InfoSAWIT, JAKARTA – Dungkapkan Ketua Gapoktan Tanjung Sehati di Merangin Jambi, Jalal Sayuti, pabrik sawit non-kebun, bukan solusi tepat saat ini, karena tetap akan menempatkan petani dalam keterpurukan, dan petani tetaplah sebagai pedagang tandan buah segar (TBS) semata.
Sementara pada2 Agustus 2022 lalu, Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan menghadiri peletakkan batu pertama untuk pabrik minyak sawit PT Nusantara Green Energy di Simpang Jelutih, Batin XXIV, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Acara seremoni tersebut juga dihadiri oleh Gubernur Jambi, Al-Haris dan Wakil Bupati Batanghari, H. Bahtiar.
Kehadiran pabrik kelapa sawit sejatinya dapat mendorong kesejahteraan petani sawit, terutama petani swadaya, namun jika melihat kondisi saat ini dimana pabrik non-kebun tidak dapat memberikan garansi bahwa petani dapat menjual TBS secara langsung ke pabrik.
Rata-rata petani sawit swadaya menjual TBS sawit mereka melalui perantara (sebut saja tengkulak atau agen), artinya keberadaan pabrik sawit non-kebun tidak akan berdampak pada kesejahteraan petani sawit, terutama petani swadaya/mandiri, karena petani sawit hanya sebagai supplier TBS semata.
Di Kabupaten Batanghari, total luas kebun sawit mencapai 133.000 ha dengan rincian 52.351 ha merupakan kebun yang dikelola oleh petani. Saat ini jumlah pabrik pengolah sawit mencapai 12 pabrik. Menurut Wakil Bupati Batanghari, masih butuh sekitar 8 pabrik agar semua TBS sawit dapat diolah dengan baik. Harusnya peluang kebutuhan pabrik ini diberikan kepada koperasi petani sawit, agar petani mendapatkan manfaat melalui harga yang baik.
“Harusnya pemerintah mulai untuk menggerakkan koperasi petani sawit, dan mendukung koperasi agar terlibat dalam industri minyak sawit ini, bukan malah membuka ruang bagi investor. Karena kalau investor yang mengelola pabrik, maka yang sejahtera yang pemilik investasi,” kata Ketua Koperasi Tani Subur yang beroperasi di Kalimantan Tengah, Sutiyana, dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, belum lama ini. (T2)