InfoSAWIT, JAKARTA – Penerapan budidaya kelapa sawit skim Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), memang belum bersifat wajib saat ini, namun kata Joko Prasetyo, asal Sawahlunto, Sumatera Barat, menganggap bahwa ISPO ini adalah standar yang harus dimiliki oleh pekebun kelapa sawit. “Untuk saat ini memang belum wajib. Namun kedepannya setiap pekebun sawit diwajibkan untuk memenuhi standar ini,” katanya kepada InfoSAWIT, belum lama ini.
Penerapan ISPO memang tidak berbeda jauh dengan skim sawit berkelanjutan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sehingga bagi pekebun sawit anggota Asosiasi Pekebun Swadaya Kelapa Sawit Pelalawan Siak (APSKS PS), tatkala menerapkan ISPO tidak banyak menemukan kendala. Kata Joko, apalagi penerapan ISPO merujuk arahan dan pendampingan pihak Musim Mas, dan kebijakan ISPO akan bersifat wajib untuk lima tahun kedepan.
Diakui Joko, jika saja ISPO ini diterapkan oleh pekebun sawit swadaya yang belum bermitra ataupun didampingi oleh pihak ketiga, maka akan cukup sulit menerapkan kebijakan ini, namun karena APSKS PS telah didampingi oleh Musim Mas, maka penerapan kebijakan ISPO menjadi lebih mudah.
Melalui penerapan ISPO, pekebun dituntut menerapkan budidaya kelapa sawit sesuai Best Management Practices (BMP), pekebun sawit mulai menerapkan budidaya layaknya yang dilakukan perusahaan perkebunan, seperti penerapan Good Agricultural Practices (GAP), menerapkan Prinsip dan Kriteria ISPO & RSPO, K3 dalam bekerja, pengelolaan kebun layak secara sosial, menerapkan kebijakan gender, memastikan memelihara wilayah bernilai Konservasi Tinggi (NKT), memperhatikan nutrisi keluarga, melakukan pengaturan Keuangan keluarga, dan penerapan penggunaan pestisida yang aman.
Hasilnya, pengelolaan budidaya menjadi lebih ramah lingkungan, produksi Tandan Buah Segar (TBS) Sawit pekebun melonjak, kata Joko, dampaknya pendapatan pekebun meningkat. Kendati dari sertifikasinya sendiri belum ada insentif yang diberikan. “Namun paling tidak saat ini kami telah taat aturan yang ditetapkan pemerintah,” tandasnya. (T2)