InfoSAWIT, JAKARTA – Semakin sulitnya mencari tenaga pekerja lapangan, biaya pekerja yang terus meningkat dan kebutuhan tingkat produktivitas yang tinggi di perkebunan kelapa sawit, menjadi sederet alasan pola mekanisasi dipilih. lantas seberapa membantu pola ini diterapkan di perkebunan kelapa sawit?
Mekanisasi tidak dapat dielakkan pada dekade saat ini, terlebih pola budidaya mekanisasi hampir telah menjadi pusat perhatian utamanya untuk di sektor pertanian secara keseluruhan.
Biaya tenaga kerja yang terus meningkat dan kebutuhan peningkatan produktivitas agar pekebun tetap kompetitif menjadi beberapa faktor penggunaan pola mekanisasi.
Sementara di Indonesia, kekurangan tenaga kerja menjadi salah satu hambatan besar dan ini diperburuk dengan tingginya pergantian tenaga pekerja, sehingga perekrutan tenaga kerja menjadi cukup mahal dan berulang oleh pemilik kebun.
Produktivitas pun dapat menjadi kutukan dalam sebagian besar contoh dan tingkat pendapatan pekerja memiliki pengaruh yang membuat bekerja di perkebunan tidak menarik bagi mereka yang harus melakukan perjalanan jauh dan berlokasi dipelosok hanya untuk mencari nafkah di perkebunan kelapa sawit.
Para pekerja secara berangsur-angsur beralih ke pekerjaan yang lokasinya di perkotaan seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi negara. Sebab itu penting bagi Pekebun untuk melakukan kegiatan yang dibutuhkan untuk memperbaiki lahan: rasio manusia dengan mekanisasi yang juga akan memberikan potensi penghasilan yang lebih baik bagi pekerja.
Pengambilan buah sawit dengan mini traktor dan aplikasi pupuk dengan traktor menggunakan spreader saja akan memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas, yang paling mudah dikerjakan secara mekanis. Pemuatan buah sawit dengan derek bisa menjadi pengganti cara pemuatan yang masih tradisional, terlebih pemuatan buah sawit akan semakin sulit lantaran ukuran tandan buah segar yang akan terus meningkat setiap tahun.
Untuk memenuhi pola mekanisasi di perkebunan kelapa sawit, maka lahan dan jalan harus dipersiapkan. Untuk jalur panen, jalur harus dipadatkan sebelum mini traktor memasuki jalur panen. Jika tidak di persiapkan, terjadi kerusakan serius pada jalur panen maka akan menjadi kontra-produktif.
Pada kondisi medan berbukit, teras yang luas (5 m) harus dibuat untuk memudahkan gerakan traktor mini. Setelah mekanisasi dimulai, sangat penting bahwa prioritas utama diberikan kepada tingkat kinerja mesin dengan pencegahan kerusakan lewat pemeliharaan preventif kenderaan dan cara kerja yang lebih baik.
Dengan mekanisasi pengumpulan buah TBS (mechanically assisted infield collection) dan aplikasi pemupukan, rasio perbandingan manusia 1: 20 ha, bisa ditargetkan untuk setiap estate (dibandingkan dengan cara tradisional yang hanya memiliki rasio 1: 10 ha). Untuk permulaan untuk pola mekanisasi, disarankan bagi para Pekebun mencoba melakukan pengumpulan TBS dari jalur panen untuk permulaan sebagai hal yang sama memiliki dampak besar pada meningkatnya produktivitas sementara tenaga kerja berkurang.
Ini bisa dilihat dari tingkat rasio pekerja dimana sebelumnya perbandingannya mencapai 1: 12 ha, disaat menggunakan mekanisasi dengan traktor yang efektif bisa meningkatkan produktivitas pekerja, paling sedikit meningkat sekitar 30% atau rasio perbandingannya menjadi 1: 20 ha.
Penulis: Vijaya K Menon / VKR Menon Resources
Sumber: Majalah infoSAWIT Edisi Juli 2018