InfoSAWIT, JAKARTA – Bagi petani, penerapan praktik sawit berkelanjutan bukan hal yang utama apalagi ada trauma dikalangan petani tatkala bergabung dengan sebuah organisasi semisal koperasi yang didapat hanya rugi, lantaran adanya praktik curang yang kerap dilakukan oknum pengurus koperasi.
Kondisi ini tentu saja menjadi salah satu kendala sertifikasi minyak sawit berkelanjutan lantaran salah satu syarat untuk bisa mengikuti sertifikasi sawit berkelanjutan mesti berkelompok atau mendirikan koperasi “Petani ini sangat sulit dalam berkumpul atau berkelompok, karena ada trauma,” kata Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, belum lama ini dalam acara yang dihadiri InfoSAWIT.
Lebih lanju Darto mengungkapkan, dari 50 kelembagaan petani yang sudah disertifikasi minyak sawit berkelanjutan tidak banyak memiliki anggota, paling banyak sekitar 500 anggota, bahkan mencontoh di SPKS hanya ada sekitar 200 hingga 250 petani saja yang menjadi anggota untuk setiap kelompok. “Jumlah anggotanya tidak sampai 2.000 atu 3.000 petani, padahal petani di desa itu sangat banyak sekali,” kata Darto.
BACA JUGA: Berikut Manfaat Minyak Sawit Mengurangi Risiko Kanker, Dalam Perspektif Ilmiah
Sebab itu pihaknya selalu memberikan contoh fakta, tatkala dilihat berhasil para petani pun mulai ikut bergabung, Darto mencontohkan petani anggota SPKS di Tembusai Barat, Rokan Hulu, Riau, sebelumnya koperasi tersebut hanya beranggotakan 105 petani dengan areal lahan 320 ha, namun kini telah bertambah menjadi 260 petani.
“Ini lantaran ada insentif dan benefit dari pembelian Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) kepada kelompok tani secara langsung mencapai Rp 650 juta untuk 105 petani, mendengar itu para petani rame-rame bersedia bergabung, sebab itu perlu memposisikan mereka dari awal agar terhubung dengan petani yang sudah tersertifikasi,” kata Darto.
Belum lagi dalam proses sertifikasi itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, misalnya untuk proses audit satu koperasi membutuhkan dana sekitar Rp 150 juta, belum lagi bila koperasi tersebut hendak melakukan surveillance.
BACA JUGA: Jadi Solusi Data Spasial Kebun Sawit Rakyat, IPB University Ciptakan OPTIMAL-IPB
Terlebih di skim ISPO secara spesifik belum ada model pendanaan. Bisa jadi melalui dukungan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), bahkan SPKS sudah melakukan pembicaraan dengan Kemenko, 11 Kelompok tani anggota SPKS yang sudah RSPO akan melanjutkan audit ISPO. “Semua akan kita lakukan hanya dalam tempo 9 bulan, terkecuali ada hal lain yang spesifik terkait isu yang perlu ditangani,” katanya. (T2)