InfoSAWIT, JAKARTA – Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini terus mengalami dilematis, disatu sisi isu lingkungan yang muncul tak berkesudahan, justru muncul isu lainnya yakni terkait tarik menarik antara minyak sawit untuk bahan baku pangan dan energi.
Apalagi pada kejadian minyak goreng sawit langka di tahun 2022 lalu, isu minyak sawit untuk pangan dan energy kembali mencuat. Sehingga pada akhirnya pemerintah pun mulai menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Namun dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 13, bertajuk “Minyak Sawit: Sumber Pangan Dan Bioenergi Berkelanjutan”, yang diadakan media InfoSAWIT yang didukung BPDPKS, Kamis (13/4/2023) silam di Jakarta, mencuat bahwa kendala langkanya minyak goreng sawit bukan pada supply dan kapasitas produksi minyak sawit.
BACA JUGA: Pejabat Bupati Kampar Harap Pabrik Beli TBS Sawit Rakyat Harga Normal
Kendala itu justru ada di sisi harga dan distribusi, dalam paparan salah satu pembicara mencatat, merujuk statistik pemakaian CPO di Indonesia sebanyak 15% produksi CPO nasional atau sekitar 6,8 juta ton digunakan untuk bahan baku minyak goreng sawit, dibanding 55% yang di ekspor, dimana penggunaan untuk kebutuhan rumah tangga mencapai 62% dan non rumah tangga sebanyak 38%.
Sebab itu regulasi terkait ketersedian minyak goreng sawit disarankan untuk difokuskan pada volume yang terkait industri minyak goreng sawit. Lantas kebijakan minyak goreng, harus menjawab permasalahan terkait harga dan distribusi serta mekanismenya.
Hanya saja pelaksanaan kebijakan saat ini, masih memunculkan resiko dari kontinuitas ketersediaan migor bersubsidi, lantaran harga CPO yang semakin tinggi akan menyebabkan bertambah besarnya subsidi (hilangnya margin) terutama dari produsen minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan industrI CPO.
BACA JUGA: Praktik Berkelanjutan Jadikan Sawit Lebih Bermanfaat
Lantas untuk skema distribusi saat ini masih didominasi swasta dan afiliasi dari produsen migor swasta dan menggunakan jalur distribusi normal. Sebab itu ke depan sebaiknya jalur distributor diambil alih oleh perusahaan/ badan usaha negara dan menggunakan jalur distribusi khusus migor bersubsidi.
Tidak itu saja, masih terkait isu pangan dan energi, narasumber lainnya menyarankan pengembangan industri kelapa sawit kedepan semestinya konsisten mengikuti Roadmap kelapa sawit 2050 yang telah dibuat Kementerian Pertanian.