InfoSAWIT, BOGOR – Diungkapkan Direktur Sawit Watch, Achmad Surambo, Pemerintah harus melihat kembali bahwa telah ada setidaknya dua kelompok sosial di perkebunan sawit yaitu buruh tani dan buruh kebun.
Sayangnya selama ini pandangan yang dominan terdengar adalah dari petani sawit sedangkan suara-suara dari kelompok buruh seringkali terabaikan. Dalam kerangka berbeda banyak hal yang dibicarakan pemerintah soal perkebunan namun mereka tidak melihat keberadaan buruh sawit. “Misal dalam kebijakan inpres moratorium sawit yang tidak menyebutkan soal buruh sawit hanya fokus pada peningkatan produktivitas,” ungkap Surambo dalam Serial Diskusi: Transisi yang Berkeadilan dalam Industri Sawit, bertajuk “Konsepsi tentang Transisi Industri Sawit yang Berkeadilan,” Kamis, 14 September 2023. secara virtual melalui Zoom dan Youtube.
Lebih lanjut tutur Surambo, pihaknya memandang pemerintah harus melakukan perlindungan dan pemberdayaan terhadap dua kelompok ini. Konsep “Transisi Yang Adil” atau “Just Transition” dapat berjalan baik jika pemerintah telah mengeluarkan kebijakan perlindungan pemberdayaan terhadap buruh tani dan buruh kebun di perkebunan sawit.
BACA JUGA: Urai Konflik Sosial, Dorong Konsep Transisi Yang Berkeadilan dalam Industri Sawit
“Sehingga kerja-kerja untuk mendorong Transisi Yang Adil dapat dilakukan oleh para kelompok pemerhati termasuk Koalisi Buruh Sawit (KBS),” kata Surambo.
Sementara Akademisi Universitas Indonesia, Hariati Sinaga Ph.D mengutarakan, penekanan produktivitas yang dilakukan perkebunan sawit berimbas pada meningkatnya Buruh Harian Lepas (BHL) yang sebagian besar adalah perempuan.
BACA JUGA: Berikut Beragam Kendala Sawit Rakyat di Indonesia
“Transisi berkeadilan harus berbicara soal jaminan hidup yang layak. Salah satunya dengan status kerja yang jelas, khususnya bagi buruh perempuan yang bekerja tapi tidak menerima upah”, tandas Hariati. (T2)