InfoSAWIT, JAKARTA – Indonesia, sebagai salah satu negara dengan keragaman sumber daya alam yang luar biasa, memiliki potensi bioenergi yang sangat besar sebagai sumber energi masa depan. Bioenergi, yang didapat dari sumber-sumber biomassa seperti serbuk gergaji, serpihan kayu, dan limbah sawit, memiliki kemampuan untuk menggantikan energi fosil dalam hampir semua sektor, termasuk transportasi, ketenagalistrikan, industri, dan rumah tangga. Pemanfaatan bioenergi, terutama melalui produk biomassa, tidak hanya dapat menjadi alternatif yang lebih bersahabat lingkungan, tetapi juga dapat berperan penting dalam meningkatkan rasio elektrifikasi dan ketahanan energi nasional.
Menurut Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Bidang Strategi Percepatan Penerapan Energi Transisi dan Pengembangan Infrastruktur Energi, Ego Syahrial, potensi bioenergi Indonesia dari sumber biomassa setara dengan 56,97 GW listrik. Tidak hanya itu, pada tahun 2060, Indonesia berencana untuk membangun lebih dari 700 GW pembangkit energi terbarukan, dengan 60 GW di antaranya berasal dari pembangkit listrik bioenergy.
Salah satu langkah penting dalam memanfaatkan potensi bioenergi ini adalah melalui penerapan “cofiring” atau pembakaran bersama biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (Coal Fired Power Plant/CFPP) yang sudah ada. Program cofiring ini telah dimulai sejak tahun 2020, dengan tingkat pencampuran biomassa berkisar antara 1% hingga 15%, tergantung pada jenis boiler dan ketersediaan bahan baku.
BACA JUGA: 17 Anak Usaha Perkebunan Sawit Musim Mas Telah Bersertifikat ISPO
“Biomass-cofiring akan diterapkan pada 113 unit PLTU milik PLN di 52 lokasi dengan total kapasitas 18.664 MW, menggunakan berbagai sumber biomassa seperti serbuk gergaji, serpihan kayu, limbah sawit dengan tingkat pencampuran 5-15%,” jelas Ego dalam keterangan resmi diperoleh InfoSAWIT, Jumat (6/10/2023).
Lebih lanjut kata Ego, langkah ini bertujuan untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain, meningkatkan keekonomian penyediaan tenaga listrik, meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran energi nasional, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mempercepat proses “penghijauan” pada PLTU yang sudah ada.
BACA JUGA: Giliran 18 Lahan Sawit Terbakar di Kalbar dan Kalteng Disegel KLHK
Pada tahun 2023, program cofiring ini akan diterapkan di 42 lokasi, dan diperkirakan dapat menghasilkan 2.740 GWh energi ramah lingkungan serta mengonsumsi 2,2 juta ton biomassa. Hingga semester pertama tahun ini, penerapan cofiring telah berhasil menghasilkan energi hijau sebesar 325 GWh, yang mengurangi emisi sebesar 321 ktCO2. Total biomassa yang digunakan pada pembangkit listrik adalah sekitar 306 ribu ton. (T2)