InfoSAWIT, JAKARTA – Diakui atau tidak sektor komoditas di Indonesia, telah menikmati harga minyak sawit cukup tinggi hingga pertengahan 2022 lalu, yang mana rangkaian harga itu berkaitan dengan kondisi 2021 yang tercatat complicated dan sangat rumit.
Permasalahan diawali inflasi sangat tinggi di negara maju, dimana semua orang mesti tinggal di rumah (stay at home) akibat covid-19. Negara-negara maju bahkan banyak mengeluarkan instrumen fiskal, dalam upaya menolong ekonomi masyarakat, untungnya Indonesia jauh lebih kecil dalam mengeluarkan insentif fiskal, dibandingkan negara maju, seperti Amerika serikat yang menyediakan 3.000 dollar per orang, dengan total hingga US$ 22 triliun.
Sementara pada tahun 2022, kendala yang muncul adalah dari sisi permintaan, dimana permintaan melemah, produksi berhenti, sewa kapal naik dan mendorong inflasi, kejadian di 2022 merupakan dampak dari sisi permintaan (demand), pasokan (supply) dan faktor lainnya.
BACA JUGA: KLHK Segera Eksekusi Putusan PK Karhutla PT Kaswari Unggul Sebesar Rp 25 Miliar
Ditambah lagi terjadi perang antara Ukraina dan Rusia, yang pada akhirnya membuat situasi perdagangan komoditas di dunia terjadi komplikasi. Dampaknya bagi Indonesia terjadi pada sisi capital outflow (keluarnya dana atau modal dari dalam negeri ke luar negeri baik secara langsung maupun tidak langsung), lantas ekspor tertekan, sentra produksi tertekan dan ini terjadi selama dua hingga tiga tahun kebelakang.
Namun walau ada resesi nilai mata uang Rupiah masih cukup stabil, kendati masih perlu ada stimulus dengan menaikan suku bunga.
Sementara untuk harga komoditas terjadi kenaikan yang diluar nalar, namun dengan semua kejadian itu bagi sektor komoditas di Indonesia justru menguntungkan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada 2020 sempat turun menjadi -2,0%, namun di 2021 langsung meningkat ke 3,1% dan kembali naik menjadi 5,3% di 2022. Bahkan untuk di tahun 2023 diprediksi akan flat di angka 5,0%.
BACA JUGA: Ombudsman RI: Perlunya Kepastian Hukum di Sawit Khususnya Untuk Petani Swadaya
“Kita telah menikmati periode harga komoditas tinggi, namun pertumbuhan ekonomi masih akan tumbuh pada kisaran 5%,” kata Head of Industry & Regional Research, Office of Chief Economist, PT Bank Mandiri Tbk., Dendi Ramdani dalam Acara FGD Industri Kelapa Sawit bertajk “CPO Price & Economic Outlook 2023-2024,” yang diadakan BPDPKS dihadiri InfoSAWIT, pertengahan September 2023 di Medan.