InfoSAWIT, JAKARTA – Krisis iklim bukan hanya membuat suhu bumi meningkat, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran mendalam. Ini berarti bahwa pemerintah harus memberikan prioritas lebih tinggi pada isu krisis iklim. Anak muda, sebagai generasi penerus, diharapkan untuk peduli dan bersuara, menyuarakan kepentingan masa depan dan keselamatan kita semua. Pada acara kampanye kreatif #SatuKomaLima “Agar Kita Tetap Ada” yang diadakan pada Minggu, 12 November 2023, di Gedung Makara Art Center, Universitas Indonesia, Peneliti Program Hutan dan Iklim dari Yayasan MADANI Berkelanjutan, Intan Lestari, menyoroti pentingnya peran anak muda dalam menghadapi krisis iklim.
“Krisis iklim bukan hanya masalah bagi kelompok rentan, tetapi dampaknya dirasakan oleh semua orang akibat bencana dan kejadian ekstrem yang dapat menimpa siapa pun, di mana pun. Kelompok rentan, seperti masyarakat adat, masyarakat pesisir dan pulau kecil, kelompok disabilitas, dan kelompok rentan lainnya, terdampak lebih parah. Agar kita semua selamat, 1,5 derajat Celsius adalah batas kompromi yang harus dipegang oleh semua pihak,” ujar Intan Lestari dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT.
Intan juga menyoroti peran Agenda Politik sebagai kunci untuk mencegah melampaui batas 1,5 derajat Celsius. Dia mencatat bahwa saat ini masih ada permasalahan dalam aturan dan kebijakan yang tidak mendukung lingkungan, seperti percepatan investasi tanpa perlindungan lingkungan yang memadai, perebutan ruang masyarakat adat untuk proyek nasional, dan Food Estate.
BACA JUGA: Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 3,48 Miliar pada Oktober 2023
Hasil survei pada Juli – Agustus 2023 menunjukkan bahwa isu lingkungan menjadi perhatian utama pemilih muda. Lebih dari 96% responden berencana untuk memilih pada Pemilu 2024, dengan 19,81% dari mereka memandang bahwa pemerintah harus memprioritaskan isu lingkungan daripada isu lain seperti penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemberantasan korupsi.
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad mengingatkan, bahwa meskipun capres-cawapres telah menjelaskan visi dan misi mereka, masih terdapat ketidakseriusan dan ketidakkonsistenan terkait isu lingkungan. Masing-masing kandidat masih terlihat bergantung pada bahan bakar fosil dan belum mengatasi masalah seperti pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara serta melanjutkan program Food Estate yang kontroversial.
BACA JUGA: Generasi Muda Komit Tingkatkan Produktivitas Sawit dan Pembangunan Berkelanjutan
“Di momentum politik 2024, para calon pemimpin harus memprioritaskan dan secara serius menangani krisis iklim dengan mengedepankan prinsip keadilan iklim dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Ini adalah langkah krusial untuk menjaga agar kita tetap ada di masa depan,” ujar Nadia Hadad. (T2)