InfoSAWIT, JAKARTA – Pesatnya pertumbuhan luas lahan sawit berimplikasi positif terhadap hasil produksi CPO Indonesia, demikian pula pada volume ekspor CPO Indonesia. Menurut catatan Kementerian Pertanian pertumbuhan rata-rata volume ekspor CPO Indonesia dan turunannya mencapai 12,3%, dengan pertumbuhan rata-rata nilai ekspor CPO dan turunanya mencapai 14,1%.
Dengan demikian sektor sawit sudah bisa dipastikan memiliki kontribusi besar dalam mendorong pendapatan negara. Terlebih semenjak dulu skema Pajak Ekspor (PE) yang saat ini berganti menjadi Bea Keluar (BK) pun tetap diterapkan dan menjadi salah satu ladang pendapatan pemerintah yang nilainya bisa mencapai triliunan rupiah.
Kontribusi sawit yang begitu besar terhadap negara faktanya tidak sebanding dengan kegiatan pengembangan penelitian yang dilakukan. Padahal kegiatan penelitian bisa menjadi salah atu pendorong tumbuhnya industri dan meningkatnya nilai tambah (value added) produk sawit.
BACA JUGA: Diduga Menanam Sawit Hingga Diluar Konsesi, DPRD Kutai Timur Selidiki Kasus PT. BMA
Sayangnya Indonesia hingga saat ini belum begitu fokus dalam mendorong inovasi pada industri kelapa sawit. Sehingga wajar bila kemudian, daftar paten inovasi kelapa sawit kini lebih banyak dikuasai oleh negara yang bukan sebagai produsen kelapa sawit.
Merujuk pada data base PatentScope® World Intellectual Property Rights Organization (WIPO), bila ditelusuri dengan kata kunci “palm oil” pada deskripsi paten, terdapat 7.459 inovasi untuk industri kelapa sawit.
Namun demikian kebanyakan dari inovasi itu kebanyakan didominasi pengembangannya oleh negara Amerika Serikat sebanyak 55%, lantas disusul Belanda sebanyak 7%, Inggris sekitar 6% serta Swiss dan Jerman masing-masing mencapai 4% dan 3%.
BACA JUGA: Gubernur Riau Ajak Pemangku Kepentingan Bahas Konflik Lahan Kelapa Sawit
Lebih menyedihkan lagi bila dilihat dari pemohon aplikasi paten, lantaran sebagian besar inovasi kelapa sawit itu banyak dikuasai perusahaan Amerika Serikat, Procter & Gamble (P&G) tercatat sebanyak 14,35%.