InfoSAWIT, KONAWE UTARA – Dorongan global agar kelapa sawit bisa diproduksi secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, kini makin meningkatkan kesadaran berbagai pemangku kepentingan – produsen kelapa sawit, pengolah atau pedagang minyak sawit, produsen, bank dan investor, organisasi konservasi lingkungan dan organisasi sosial atau pembangunan. Tren ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), di mana salah satu capaiannya yakni memastikan “konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab” sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs ke 12.
Sebagai produsen utama kelapa sawit, Indonesia diharapkan untuk meningkatkan standar sosial dan keberlanjutan lingkungan. Hal ini penting untuk memastikan rantai nilai kelapa sawit mampu berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan, menyelesaikan tantangan kontemporer produksi kelapa sawit yang masih menyisahkan masalah deforestasi, dan praktik yang dianggap belum berkelanjutan di sepanjang rantai pasokan yang berdampak bagi penghidupan masyarakat khususnya petani kecil.
Sebab itu Oxfam di Indonesia, Komunitas TERAS, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) memahami pentingnya kerjasama antar aktor/pihak untuk bersama-sama mempromosikan rantai nilai yang berkelanjutan, terutama peran organisasi masyarakat sipil (CSO) yang dapat menjadi jembatan bagi kepentingan publik dan aktor kunci dalam rantai nilai tersebut. Hal ini juga tercermin pada Tujuan 17 TPB: “Kemitraan untuk Tujuan” yang membutuhkan inisiatif multipihak untuk menghasilkan transformasi yang signifikan. Membangun kerjasama multi pihak akan sangat membantu dalam menyelesaikan isu yang kompleks dalam industri kelapa sawit karena keterlibatan berbagai aktor.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik 0,52 Persen Pada Jumat (8/3), Harga CPO Mingguan Naik 2,35 Persen
Melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan, Oxfam di Indonesia, Komunitas TERAS, dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) saat ini sedang bekerja di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Kolaborasi bersama ini bertujuan untuk menciptakan ruang kebijakan untuk mendorong rantai nilai yang berkelanjutan dan inklusif dalam industri kelapa sawit yang dapat memberi manfaat bagi petani kecil, perempuan dan pemuda, masyarakat, pabrik, perusahaan perkebunan, investor dalam skala besar.
Upaya ini sangat sejalan dengan inisiatif Pemerintah dalam Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) yang diamanatkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019. RAN KSB terdiri dari lima komponen; pertama, penguatan data, koordinasi dan infrastruktur; kedua, peningkatan kapasitas dan kapabilitas petani; ketiga, pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; keempat, perbaikan tata kelola dan penyelesaian sengketa; serta kelima, percepatan implementasi sertifikasi ISPO (UNDP SPOI; 2022). Rencana aksi ini perlu upaya percepatan dengan mendorong rencana aksi daerah (RAD KSB) di tingkat daerah/provinsi, khususnya di kabupaten Konawe Utara, tempat dimana program tersebut dilaksanakan.
Diungkapkan Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin, keberadaan forum multi pihak ini, diharapkan menjadi bagian dari pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Pentingnya pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kabupaten Konawe Utara ini, dapat terus berkesinambungan.
BACA JUGA: Petani Sawit Swadaya Anggota SPKS Turut Meriahkan Semarak UKMK Sawit di Medan
“Upaya daerah dalam melakukan rencana aksi pembangunan daerah, dapat menjadi kelanjutan dari rencana aksi Nasional kelapa sawit berkelanjutan”, kata Sabarudin menjelaskan kepada InfoSAWIT belum lama ini.