InfoSAWIT, JAKARTA – Produk CPO 50% untuk food terutama minyak goreng dan 50% lagi non food. Karena banyak untuk food maka PKS penghasil CPO harus berubah menjadi pabrik makanan (food factory) dengan standar yang ketat. Saat ini masih banyak PKS yang kotor seperti membiarkan ada tikus, kecoa, merokok di lori dan lain-lain. Bahkan di refinery yang jelas merupakan pabrik minyak goreng penerapan standarnya tidak seketat pabrik roti misalnya.
“Harus dimunculkan pabrik kelapa sawit sebagai pabrik makanan. PKS milik perusahaan-perusahaan besar sudah ada sistim yang bisa membuat ini sedang perusahaan kecil masih berkuat menekan biaya. Perlu ada aturan untuk menekan supaya PKS jadi food factory misalnya manajer harus bersertifikat food factory,” kata Wakil Ketua Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI), Edward Silalahi, pada diskusi Updating Technology Palm Oil Mill Indonesia yang diselenggarakan P3PI.
Pada satu PKS ada 130 mesin yang berputar untuk mengolah TBS menjadi CPO. Mesin itu perlu grease dan oli. Pada prosesnya grease itu bisa tercampur dalam proses menjadi CPO. Untuk menjadi food factory maka grease dan oli yang dihasilkan harus food grade dengan harga yang lebih tinggi.
BACA JUGA: BPDPKS Dorong Penerapan ISPO untuk Meningkatkan Keberlanjutan Industri Sawit Indonesia
Karena perlu biaya yang lebih tinggi meskipun tidak terlalu tinggi juga, maka supaya pelaku usaha mau lakukan harus dibuat aturan oleh pemerintah. Kalau tidak maka untuk menekan biaya banyak PKS yang tidak mau melakukannya.
“Kita mentargetkan tahun 2045 menjadi negara maju. Industri sawit senbagai penghasil devisa nomor satu juga harus naik kelas. PKSnya harus jadi food factory semua. Proses TBS di kebun sampai ke pabrik juga harus higiensis. Masalah 3 MPCDE dan GE dimulai dari sini dan pabrik. Kita tidak mau minyak sawit yang jadi penyebab kanker. Sudah saatnya PKS maju selangkah lagi,” katanya.
Dengan adanya regulasi maka pelaku bisnis ditekan untuk menyadari pentingnya PKS sebagai food factory dan dilakukan. Pengambil kebijakan keuangan di perusahaan berprinsip kalau tidak perlu uang tidak boleh keluar tetapi kalau perlu berapapun bisa keluar. Contohnya sustainability perlu biaya banyak tetapi karena wajib maka mereka mau. Untuk PKS sebagai food factory kalau wajib maka mau tidak mau akan dilakukan meskipun ada tambahan biaya.
BACA JUGA: Penguatan Kelembagaan Petani Sawit, Upaya Menggenjot Capaian ISPO
Direktur Eksekutif GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia) Sahat Sinaga sepakat, supaya pabrik sawit menjadi food factory . Perlu dibuat aturan, tetapi pagarnya jangan terlalu tinggi. Kalau terlalu tinggi maka semua akan susah. Dengan adanya regulasi yang tidak terlalu berat menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sudah melakukan sesuatu.
Kementerian Perindustrian lewat regulasi industri hijau perlu mengatur ini. Ada 1.220 PKS di 27 provinsi yang harus menjadi food factory di restoran misalnya ada kecoa harus stop beroperasi dulu, di PKS juga kalau inspeksi ada sesuatu cemaran harus stop dulu. Selain industri sawit yang membuat jorok dan kotor juga harus diubah.
Aziz Hidayat, Ketua Bidang Perkebunan GAPKI sependapat harus ada standar untuk PKS baik dari sisi kesehatan, kebersihan dan keselamatan dan kesehatan kerja. Mulai Oktober 2024 maka produk CPO harus bersertifikat halal. Kalau diberlakukan maka bisa ditelusuri bila tercampur dengan unsur lain. Bukan saja faktor kesehatan atau kehalalannya juga. Sedang minyak goreng sudah ada SNInya. (T2)