InfoSAWIT, JAKARTA – Keberadaan minyak sawit yang masih banyak dipersoalkan konsumen dunia, menjadi bagian dari kemajuan bisnis minyak sawit global. Terbaru, Uni Eropa memperketat peredaran minyak sawit melalui European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang kian mengganjal pertumbuhan bisnis minyak sawit dunia.
Secara umum, penolakan parlemen Uni Eropa terhadap minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya karena industri sawit dianggap menciptakan deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, mempekerjakan anak dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Penolakan parlemen Uni Eropa ini, sudah berlangsung sekian purnama, hingga berbagai regulasi digelontorkan guna menghambat pertumbuhan pasar Uni Eropa.
Kendati Uni Eropa mengatur peredaran minyak sawit global melalui berbagai regulasi yang kian ketat, namun keberadaan minyak sawit kian digemari masyarakat Uni Eropa yang makin membutuhkan minyak sawit sehat dan murah. Geliat konsumen Uni Eropa yang makin meningkat konsumsi minyak sawit ini, menjadi tolok ukur akan pasar minyak sawit global yang kian bertambah.
BACA JUGA: Begini Cara Meramal Harga CPO Global Dengan Teknik Lanjutan
Meningkatnya konsumsi pasar global akan minyak sawit yang menyaratkan keberlanjutan, tentu menjadi tolok ukur akan keberhasilan pembenahan praktek budidaya terbaik dan berkelanjutan yang dilakukan pekebun kelapa sawit termasuk petani kelapa sawit di Indonesia. Wajar, bila kemudian, banyak perusahaan perkebunan dan petani kelapa sawit yang berhasil mendapatkan sertifikasi berkelanjutan.
Berdasarkan data statistik Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tahun 2023 silam, produksi CPO Indonesia mencapai 50,07 juta ton dan minyak sawit kernel (PKO) sebesar 4,77 juta ton. Produksi ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, sebesar 7,15% dan 5,66%. Dimana konsumsi domestik meningkat menjadi 23,13 juta ton pada tahun yang sama. Geliat pasar domestik, kontras dengan ekspor CPO ke pasar Uni Eropa. Dimana terjadi penurunan hingga 11,6%.
Tentunya, penurunan konsumsi CPO dari pasar Uni Eropa ini, dapat menjadi sinyal kuat bagi para pelaku bisnis sawit nasional, guna melakukan berbagai terobosan baru bagi pelaku bisnis minyak nabati hingga Parlemen Uni Eropa. Tak hanya perusahaan perkebunan kelapa sawit, pelaku bisnis dari petani kelapa sawit juga turut andil memberikan pemahaman yang benar mengenai praktik budidaya kelapa sawit.
Memperkuat Petani Kelapa Sawit
Keberadaan petani kelapa sawit sebesar 42% dari luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai soko guru ekonomi bagi masyarakat Indonesia. Apabila, keberadaan CPO dan produk turunannya, selalu mengalami kesulitan di pasar Uni Eropa, maka keberadaan petani kelapa sawit bakal mengalami kesulitan hidup berkepanjangan.
BACA JUGA: Industri Sawit Indonesia Diantara Kontribusi Ekonomi dan Isu Kerusakan Lingkungan
Sebab itu, melalui berbagai inisiatif yang dikembangkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui pembinaan dan pelatihan, banyak petani kelapa sawit di Indonesia yang mulai melakukan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan. Terlebih, secara mandatori, Pemerintah Indonesia telah menerapkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi perusahaan perkebunan dan petani kelapa sawit.