InfoSAWIT, PEUDAWA – Puluhan masyarakat Gampong Kuta dan Paya Palas, Kecamatan Peudawa, mulai menggarap lahan terlantar seluas 300 hektare yang terletak di Dusun Leupon. Sebanyak 40 kepala keluarga (KK) akan terlibat dalam penggarapan lahan ini, dengan tujuan menghidupkan ekonomi keluarga petani.
Sebelumnya, lahan tersebut diklaim sebagai milik PT Perkebunan Bumi Plora. Namun, sejak tahun 2005 hingga 2024, atau sekitar 19 tahun lamanya, lahan tersebut dibiarkan terlantar tanpa kegiatan budidaya.
“Status lahan diklaim HGU milik PT Perkebunan Bumi Plora, namun lahan tersebut tidak ada kegiatan budidaya lagi sejak 19 tahun lalu hingga saat ini,” kata Ketua Inisiator Petani Dusun Leupon, Sutrisno P, dalam keterangannya kepada InfoSAWIT, Selasa (2/7/2024).
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 3-9 Juli 2024 Tertinggi Rp 2.940,77/kg
Sutrisno menjelaskan bahwa lahan tersebut awalnya ditanami komoditas karet sekitar tahun 1991. Namun, selama kurun waktu 15 tahun hingga tahun 2005, tanaman karet mulai habis dan tidak dihiraukan lagi. “Sejak tahun 2005 diterlantarkan sampai saat ini sudah ditumbuhi dengan tanaman liar,” katanya.
Akibat lahan yang ditelantarkan ini, hama menyerang tanaman kebun petani di Dusun Leupon. Masyarakat berkali-kali menanam, tetapi selalu diserang hama seperti babi hutan dan jenis binatang lainnya.
“Kami telah sepakat untuk membuka lahan tersebut untuk kami usahakan, karena kami sangat butuh pendapatan ekonomi lebih untuk menghidupkan keluarga kami layaknya seperti masyarakat lain yang punya pendapatan lebih dari berkebun,” kata Sutrisno P.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Plasma Riau Periode 3-9 Juli 2024 Naik Tipis, Cek Harganya..
Mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960, Pasal 27 mencatat bahwa hak milik hapus bila tanahnya jatuh kepada negara karena beberapa alasan, salah satunya karena diterlantarkan. Penjelasan Pasal 27 mencatat bahwa tanah dianggap diterlantarkan jika dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan daripada haknya.
Sutrisno menegaskan bahwa masyarakat juga berhak hidup layak seperti masyarakat lainnya. “Bukankah tanah diberikan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Lahan ini sudah dibiarkan terlantar lebih kurang 19 tahun. Dalam Agama Islam juga, siapa yang menghidupkan lahan tanah yang mati, diusahakan dijaga dari kesuburan, yang mengusahakan itulah pemiliknya,” tandas Sutrisno. (T2)