InfoSAWIT, NUSA DUA — Pemerintah terus mempercepat langkah menuju transisi energi bersih melalui pemanfaatan bahan bakar berbasis kelapa sawit. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa pihaknya tengah menuntaskan serangkaian uji teknis untuk memastikan kesiapan penerapan biodiesel B50 secara nasional pada tahun 2026.
Saat sesi Konferensi per yang dihadiri InfoSAWIT, Kamis (13/11/2025), di Nusa Dua, Bali pada forum Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2025 and Price Outlook 2026, Eniya menjelaskan bahwa hasil uji performa bahan bakar campuran sawit menunjukkan perkembangan positif, terutama dalam hal efisiensi dan kestabilan mesin.
“Dari hasil pengujian, formulasi B50 dengan bahan baku sawit menunjukkan performa yang baik dan lebih stabil dibandingkan versi sebelumnya. Kami sudah melakukan berbagai skenario pengujian dengan dua jenis solar dan berbagai tingkat campuran biodiesel,” ujarnya.
BACA JUGA: Wamenlu: Standar Keberlanjutan Harus Bersifat Universal, Bukan Hanya Nilai Barat
Pengujian Lapangan
Menurut Eniya, uji coba B50 dilakukan di berbagai sektor penggunaan energi berat seperti alat pertanian, genset, transportasi kereta api, hingga kapal laut dan kendaraan tambang.
“Beberapa uji lapangan di Kalimantan dan Balikpapan sedang berjalan, termasuk penggunaan di traktor dan peralatan tambang. Setiap sektor punya karakteristik berbeda, sehingga hasil pengujian pun bervariasi antara dua hingga delapan bulan,” jelasnya.
Ia menambahkan, tantangan terbesar saat ini adalah penyesuaian teknis terhadap kadar sulfur dan karakteristik campuran solar di lapangan. “Kita bekerja sama dengan Pertamina untuk memastikan ketersediaan bahan baku dan kualitas solar yang sesuai standar teknis B50,” kata Eniya.
Selain aspek teknis, pemerintah juga menyiapkan kajian mendalam terkait keekonomian implementasi B50. Campuran biodiesel berbasis sawit ini dinilai mampu menekan ketergantungan impor solar sekaligus meningkatkan nilai tambah bagi industri sawit nasional.
BACA JUGA: Menko Airlangga Hartarto: Industri Sawit Jadi Pilar Ekonomi Nasional di Tengah Ketidakpastian Global
“Kajian ekonomi sedang berjalan bersama tim lintas kementerian, termasuk Kementerian Keuangan dan BPDP. Kita juga memperhatikan masukan dari pelaku industri transportasi dan tambang, karena mereka pengguna terbesar bahan bakar ini,” ungkapnya.
Meski demikian, Eniya menegaskan bahwa penerapan B50 akan dilakukan secara hati-hati dan bertahap. “Kita harus realistis. Target B50 bisa tercapai jika pasokan bahan baku, kapasitas produksi biodiesel, dan kesiapan sektor pengguna berjalan seimbang,” ujarnya.
Eniya menggarisbawahi bahwa pengembangan biodiesel bukan semata kebijakan energi, tetapi juga strategi nasional menuju kemandirian ekonomi hijau.
“Melalui B35 dan nanti B50, kita bukan hanya mengurangi impor bahan bakar fosil, tapi juga memperkuat posisi sawit sebagai sumber energi masa depan Indonesia,” tegasnya.
Ia menambahkan, dukungan Presiden dan koordinasi lintas kementerian menjadi faktor kunci keberhasilan transisi ini. “Instruksi sudah jelas, Indonesia harus siap secara teknis dan ekonomis agar tidak hanya menjadi produsen sawit mentah, tapi juga pemimpin energi berbasis sawit di dunia,” pungkasnya. (T2)
