InfoSAWIT, JAKARTA – Guna membangun wadah untuk menyelesaikan kendala yang dihadapi, para petani disejumlah wilayah di Sulawesi Barat membentuk Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) khususnya di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasangkayu, dimana Isu harga TBS Sawit masih jadi yang utama.
Upaya memperkuat kelembagaan petani menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan posisi tawar dalam jual-beli Tandan Buah Segar (TBS) Sawit, yang mana khususnya di Sulawesi Barat, masih dianggap rendah.
Sebab itu para petani kelapa sawit swadaya di tiga Kabupaten di Sulawesi Barat yakni Kabupaten Mamuju, Mamuju Tenga dan Pasangkayu membentuk Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), tepatnya 9 Agustus 2022 lalu, secara resmi dilantik kepengurusannya untuk periode 2022 – 2026 bertempat di Hotel Maleo Mamuju.
BACA JUGA: Kendala Petani Masih Berjibun, Konferensi Petani Sawit (IPOSC) Bisa Jadi Ajang Mencari Solusi
Sekjen SPKS Nasional, Mansuetus Darto dalam sambutanya mengatakan, kehadiran SPKS di wilayah Sulbar harus mempu memainkan peran dalam mendukung dan bekerjasama dengan semua pihak dalam membangun praktik- praktik sawit berkelanjutan di tingkat petani sawit.
Lebih lanjut dia berpesan untuk pengurus SPKS wilayah Sulbar agar bekerja dan memainkan peran aktif mulai dari level bawah, level tengah dan level atas. Dimana untuk level bahwa SPKS harus membangun kelompok – kelompok petani sawit, bangun koperasi dan memperkuat SDM petani melalui pelatihan – pelatihan di tingkat lapangan atau di desa-desa, serta memfasilitasi kemitraan yang adil antara koperasi dengan perusahaan.
Lantas, pada level tengah SPKS harus bisa mendorong kebijakan di tingkat daerah yang menguntungkan dan patuh kepada hak-hak asasi petani serta bisa masuk dalam penetapan harga TBS sawit di tingkat provinsi, sementara untuk level atas SPKS berperan melakukan advokasi pada kebijakan-kebiajakan yang belum berpihak kepada petani sawit.
BACA JUGA: Anggota DPR RI Usul Bentuk Pansus, Perbaiki Kinerja BPDPKS
Terlebih tutur Darto, tantangan sektor kelapa sawit kedepanya bakal ada dua, yakni struktur pasar yang oligopoli dan prediksi over produksi. Mengenai struktur pasar yang oligopoly bisnis sawit nasional di kuasai dan dikontrol oleh hanya sekitar 5 perusahan besar.
Lantas untuk kendala over pasokan, sejatinya Idonesia telah mengalaminya akibat pasar yang terbatas, lantaran produksi minyak sawit di Negara lain mulai tumbuh. “Pesan saya untuk petani sawit di Sulbar kalau memiliki tanaman komoditas lain seperti kakao, kelapa jangan lagi dikonversi ke sawit, cukup kelola sawit yang sudah ada dan fokus pada peningkatan produktifitas petani,” tandas Darto.
BACA JUGA: Petani Sawit Swadaya di Lampung Didorong Bentuk Poktan
Sementara Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Barat, Hj. Siti Suraidah Suhardi mengungkapkan, pemerintah harus hadir dan berkomitmen dalam hal kesejahteraan para petani sawit Sulawesi Barat. Serta mendorong adanya perbaikan pembelian TBS petani sawit di sulawesi barat setara dengan wilayah-wilayah sentra perkebunan kelapa sawit lainnya, karena selama ini harga TBS sawit di Sulbar sangat rendah sekali dibandingkan dengan wilayah Kalimantan dan sumatera.
“Kami sebagai perwakilan dari rakyat selalu mensuport apa yang menjadi keinginan petani kelapa sawit dan harapannya bisa setara dengan wilayah-wilayah yang lain,” katanya. (T2)