InfoSAWIT, JAKARTA – Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri, menyatakan bahwa produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia memang memadai untuk memenuhi semua kebutuhan konsumsi dalam negeri, baik untuk pangan maupun energi.
Namun, yang harus ditilik adalah aliran distribusinya. Jika kondisi menghadapkan pilihan antara pangan (minyak goreng sawit) dan energi (biodiesel sawit), maka stok akan selalu condong bergerak untuk kebutuhan yang menghasilkan nilai ekonomi lebih tinggi–dalam hal ini adalah biodiesel.
“Kalau CPO dijual untuk biodiesel, harganya lebih tinggi dibandingkan harga CPO untuk kebutuhan pangan (minyak goreng). Jadi akar permasalahan dari kondisi ini adalah pemerintah secara sembrono menetapkan ‘dua harga’ CPO. Inilah biang keladinya. Akar permasalahan itu kebijakan pemerintah sendiri, di dunia manapun tidak ada kebijakan yang ugal-ugalan seperti ini,” ujar dia dalam Webinar yang bertajuk “Problematika Minyak Goreng, CPO Bagi Pangan vs Energi” pada Sabtu (4 /1/2023).
BACA JUGA: Waduh Minyak Goreng Sawit Kembali Susah Didapat, Benarkah Gara-gara B35?
Dengan kondisi ini, ujar Faisal, para pengusaha akan selalu lebih tertarik untuk memasok CPO untuk biodiesel ketimbang industri lainnya. Terlebih, ada insentif yang diberikan pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sehingga ke depan, ujar Faisal, pasokan CPO ditengarai akan lebih banyak bergeser untuk kebutuhan biodiesel dan mengalahkan kebutuhan industri pangan. “Saya melihat jelas adanya kompetisi antara perut dengan energi, itu tidak bisa disangkal. CPO untuk energi dimenangkan karena dijamin tidak rugi, kalau minyak goreng kan bisa saja rugi,” ujar Faisal.
Senada diungkapkan Direktur Eksekutif Sawit Watch, Ahmad Surambo, belum adanya pengaturan yang jelas antara CPO untuk kebutuhan pangan dan energi semakin meniscayakan adanya kompetisi antara keduanya. “Sampai saat ini belum ada aturan perizinan HGU untuk biofuel, semuanya kan masih tanaman pangan. Kalau begini, maka kita akan selalu terjebak pada dua pilihan, CPO untuk pangan atau disetor untuk biofuel. Hal ini yang membuat kondisi kita semakin rentan ke depan,” ujar dia dalam rilis resmi diterima InfoSAWIT, Minggu (5/2/2023).
BACA JUGA: DPR Sepakat Dana Peremajaan Sawit Rakyat Perlu Ditingkatkan
Sehingga, ujar Rambo, kebijakan yang mengatur pola konsumsi CPO diperlukan untuk membenahi tata kelola industri minyak goreng. Tak hanya itu dalam kerangka yang lebih besar, pengaturan kebijakan dari industri sawit dari hulu hingga hilir perlu juga pembenahan serta tersinkronisasi dalam implementasinya. (T2)