InfoSAWIT, KUALA LUMPUR – Harga minyak sawit mentah (MSM) di Malaysia diperkirakan akan meningkat hingga mencapai antara Rp 12.100 hingga Rp 13.000 per Kg menjelang akhir tahun ini, menurut analisis industri.
David Ng dari Iceberg X Sdn Bhd menyatakan bahwa harga MSM saat ini stabil di atas Rp11.900 per Kg dan memiliki potensi untuk terus menguat dalam jangka pendek. Dia menyinggung perlambatan produksi yang mungkin akan mengurangi stok keseluruhan di negara ini, yang akan memberi tekanan positif terhadap harga. Selain itu, permintaan yang kuat dari India juga dianggap sebagai faktor utama yang mendukung harga MSM.
Dilansir InfoSAWIT dari bharian.com.my, Kamis (5/9/2024), kenaikan harga MSM baru-baru ini disebabkan oleh prospek produksi sawit yang lemah di Malaysia, serta ketegangan di Timur Tengah dan sinyal penurunan suku bunga oleh Amerika Serikat.
BACA JUGA: Malaysia Evaluasi Teknologi RT-ECO untuk Pengolahan POME Ramah Lingkungan
Pada pekan lalu, harga kontrak bulan berjalan MSM untuk September 2024 melonjak melebihi Rp 13.000/Kg dan ditutup pada Rp 13.063 per Kg. Kontrak acuan untuk November 2024 ditutup pada Rp 12.745 per Kg.
RHB Research melaporkan bahwa stok Malaysia turun sebesar 5,4 persen menjadi 1,73 juta ton akibat ekspor yang lebih aktif, namun ini diimbangi oleh produksi yang lebih tinggi. Mereka memperkirakan bahwa inventaris akan pulih secara bertahap dan mungkin mencapai dua juta ton menjelang akhir tahun ini, kecuali terjadi gangguan cuaca yang tak terduga.
Sementara itu, para pedagang juga menantikan perkembangan terbaru dari Indonesia dan India terkait kebijakan pajak ekspor dan impor yang mungkin mempengaruhi pasar.
BACA JUGA: Penjarahan Kebun Sawit di Kalteng Kembali Muncul, Pemerintah Didorong Tertibkan
RHB Research mempertahankan pandangan ‘netral’ terhadap pasar ini, dengan asumsi harga MSM berada di sekitar Rp 12.500 per Kg untuk tahun 2024 dan Rp 12.100 per Kg untuk 2025.
Dengan demikian, harga perdagangan berjangka sawit Malaysia mencatatkan kenaikan bulanan pertama dalam tiga bulan terakhir, didorong oleh harga minyak pesaing yang lebih tinggi dan faktor-faktor geopolitik yang mempengaruhi pasar. (T2)