InfoSAWIT, JAKARTA – Sebuah penelitian terbaru yang dipimpin oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mengungkapkan bahwa upaya restorasi gambut melalui pembasahan kembali (rewetting) telah membawa dampak positif yang signifikan terhadap mitigasi perubahan iklim. Penelitian ini, yang melibatkan kolaborasi dengan Universitas Tanjungpura, IPB University, Badan Nasional Riset dan Inovasi (BRIN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta beberapa universitas ternama internasional, telah dipublikasikan dalam jurnal Science of The Total Environment.
Lahan gambut tropis di Indonesia, yang selama ini banyak dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, memiliki potensi besar sebagai penyimpan karbon dalam tanah yang lebih besar daripada hutan tropis di lahan mineral atau mangrove. Namun, degradasi dan pengeringan lahan gambut ini telah menyebabkan kontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Penelitian ini mengkaji efek dari pembasahan kembali lahan gambut yang terdegradasi, dengan hasil yang menunjukkan bahwa intervensi tersebut mampu mengurangi emisi gas karbondioksida tanpa meningkatkan emisi metana. Metode pembangunan sekat kanal untuk pembasahan kembali di perkebunan kelapa sawit telah terbukti mengurangi laju dekomposisi gambut sebesar 34% dibandingkan dengan lahan gambut yang tidak dibasahi.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Sumut Periode 11-17 September 2024 Naik Rp 11,54/Kg, Cek Harganya..
“Studi ini memberikan bukti konkret bahwa pembasahan kembali dapat menjadi solusi efektif dalam upaya mitigasi perubahan iklim,” ungkap Wahyu Catur Adinugroho dari BRIN dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Kamis (12/9/2024). Meskipun demikian, kontribusi dari upaya restorasi gambut ini belum sepenuhnya tergambarkan dalam rencana pengurangan emisi nasional (NDC) Indonesia karena keterbatasan data yang tersedia.
Dengan hasil yang menggembirakan ini, Indonesia memiliki potensi untuk mencapai penurunan emisi yang signifikan melalui solusi iklim alam berbasis sumber daya alam, termasuk perlindungan hutan, pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dan restorasi ekosistem gambut. Para peneliti memperkirakan bahwa upaya seperti ini dapat menyumbang hingga 13% dari total potensi mitigasi solusi iklim alam.
“Penting untuk diingat bahwa meskipun lahan gambut yang tidak terganggu memberikan manfaat iklim yang lebih besar, restorasi gambut yang terdegradasi telah terbukti memberikan kontribusi positif yang signifikan,” kata Nisa Novita dari YKAN. Harapannya, upaya seperti ini akan terus mendukung Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi nasional yang ambisius.
Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya menyoroti keberhasilan praktis dari pembasahan kembali lahan gambut, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya melanjutkan dan memperluas upaya restorasi untuk perlindungan lingkungan yang lebih baik dan masa depan yang lebih berkelanjutan. (T2)