InfoSAWIT, BAKU – Dalam perhelatan Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) yang berlangsung pada 11-22 November 2024 di Baku, tuntutan terhadap pendanaan iklim yang lebih adil menjadi fokus utama negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Para delegasi menyoroti tanggung jawab negara maju yang selama ini menyumbang 80% emisi historis global untuk memberikan kontribusi lebih besar dalam pendanaan iklim sesuai prinsip polluters pay principle.
Syaharani, Kepala Divisi Tata Kelola Lingkungan dan Keadilan Iklim ICEL, menekankan keterlambatan mobilisasi pendanaan iklim dapat memperburuk kesejahteraan kelompok rentan dan menjauhkan target pembatasan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celsius. “Pendanaan yang lambat hanya akan memperbesar risiko bencana dan kerugian ekonomi akibat perubahan iklim,” ujarnya dikutip InfoSAWIT, Rabu (20/11/2024).
Sejak Copenhagen Accord 2009, negara maju berkomitmen menyediakan pendanaan kolektif sebesar US$ 100 miliar per tahun untuk negara miskin dan berkembang. Namun, realisasinya belum memenuhi harapan. New Collective and Quantified Goal (NCQG), yang menjadi target pendanaan baru dalam COP29, bahkan ditolak negara-negara berkembang karena dianggap tidak memadai.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 20-26 November 2024 Tertinggi Rp 3.684,67/kg
“Pendanaan iklim global saat ini membutuhkan setidaknya US$ 8 triliun per tahun hingga 2030,” ungkap Azis Kurniawan, Manager Policy Koaksi Indonesia. Dana tersebut diperlukan untuk mempercepat transisi energi terbarukan, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim.
Saat ini, hampir 90% pendanaan iklim global diarahkan untuk mitigasi. Padahal, dampak perubahan iklim seperti banjir dan kekeringan ekstrem membutuhkan dana besar untuk adaptasi dan penanganan loss and damage. Eka Melisa, Direktur Tata Kelola Berkelanjutan KEMITRAAN, menyoroti dominasi pendanaan berbasis pinjaman (loan) yang justru membebani negara berkembang.
“Indonesia memerlukan mekanisme pendanaan yang memastikan alokasi adil tanpa menambah utang, serta mendukung kelompok rentan seperti masyarakat adat, petani kecil, dan nelayan tradisional,” ujar Eka.
BACA JUGA: Mendukung Swasembada Pangan Presiden Prabowo, PTPN Holding Dukung Ketersediaan Lahan Sawah Padi Gogo
Ode Rakhman, Direktur Nusantara Fund, menekankan pentingnya mekanisme pendanaan langsung bagi masyarakat adat dan lokal yang berada di garis depan perlindungan ekosistem. Sejak awal 2024, Nusantara Fund telah mendukung 157 inisiatif masyarakat adat dengan total dana USD 950 ribu dan akan menyalurkan tambahan USD 600 ribu pada akhir tahun.