InfoSAWIT, JAKARTA – Sinar Mas Agribusiness & Food menetapkan target ambisius untuk mencapai nol emisi bersih pada 2050. Perusahaan agribisnis terkemuka itu juga menegaskan komitmen jangka pendek, yakni memangkas emisi dari operasi perkebunan kelapa sawit (flag emissions) sebesar 30% dan emisi non-lahan hingga 42% dari baseline 2022 pada 2030.
“Kami tahu solusinya. Ini bukan ilmu roket,” ujar Chief Sustainability and Communications Officer Sinar Mas Agribusiness & Food, Anita Nevill dalam sebuah konferensi internasional minyak sawit dan lingkungan. “Tantangannya adalah pendanaan dan bagaimana menerapkan solusi ini di seluruh rantai pasok.”
Sejalan dengan komitmen “no deforestation” dan “no exploitation”, Sinar Mas telah mengalokasikan 80.000 hektare hutan untuk konservasi serta berinvestasi dalam rehabilitasi lahan gambut sejak 2016. Langkah ini dinilai krusial dalam menekan dampak lingkungan sekaligus menjaga keberlanjutan produksi.
BACA JUGA: Agrinas Palma Nusantara Resmikan Sistem E-Procurement untuk Perkuat Transparansi
Perusahaan juga mendorong penerapan ekonomi sirkular. Dengan memanfaatkan limbah pabrik kelapa sawit, emisi bisa ditekan hingga 55% melalui penangkapan gas metana yang kemudian diubah menjadi energi baru. “Saat ini, 53% operasi kami sudah menggunakan energi terbarukan, dan di operasi hulu angkanya mencapai 95%,” jelas Anita.
Meski berbagai inisiatif telah dijalankan, Anita menegaskan bahwa tantangan terbesar tetap ada pada pembiayaan. Menurutnya, hanya 5% dari total pendanaan transisi hijau global yang mengalir ke sektor perkebunan. “Ini jelas belum cukup untuk mencapai target 2050 dan menahan pemanasan global di bawah 1,5-2 derajat Celsius,” katanya.
BACA JUGA: Sembilan Petani Perempuan Siap Bawa Suara Kakao, Kopi, Karet, dan Sawit Indonesia ke Uni Eropa
Untuk itu, Anita menyerukan kolaborasi lebih luas dari pelaku usaha, pemerintah, hingga lembaga keuangan. Instrumen seperti green bonds, pinjaman berkelanjutan, maupun investasi langsung dinilai penting untuk mendorong percepatan transisi. “Solusinya ada di depan mata, tapi kita butuh kolaborasi dan dukungan finansial untuk mewujudkannya. Bersama-sama, kita bisa mengubah pertanian dari ‘pendosa’ menjadi solusi bagi perubahan iklim,” pungkasnya. (T2)