InfoSAWIT, JAKARTA – Menurut Koordinator Jaringan Petani Sawit Nasional (JPSN), Soaduon Sitorus, kondisi petani sawit semakin memprihatinkan sejak Larangan Ekspor bahan baku minyak goreng sawit, 22 April 2022 yang berlaku efektif mulai 28 April 2022.
“Padahal saat harga global sedang membaik, tiba-tiba pemerintah menerbitkan regulasi untuk memutuskan rantai perdagangan global. Ini berdampak luas pada rantai industri sawit, terutama petani sawit sebagai pihak yang paling rentan di bagian hulu rantai industri,” papar dia.
Lebih lanjut tutur Soaduon, para petani terpaksa harus jual rugi justru di saat harga global sedang membaik. Karena itu, Jaringan Petani Sawit Nasional (JPSN) menuntut agar dilakukan normalisasi rantai pasar dengan mencabut DMO-DPO, FO dan pungutan ekspor (PE), menurunkan pajak ekspor atau bea keluar (BK), bubarkan BPDPKS atau huluisasi pungutan BPDPKS berbasis produksi HGU, mandatorikan PTPN sawit untuk penyedia minyak goreng murah dan biodiesel murah.
“Kami juga menuntut penghentian subsidi minyak goreng dan biodiesel dari petani sawit. Kemudian juga perlu diterbitkan peraturan tata cara penghitungan harga TBS petani yang lebih berkeadilan dan berlaku umum untuk seluruh petani sawit tanpa terkecuali, sebagai acuan bagi seluruh petani sawit dan pabrik kelapa sawit,” tutur Sitorus dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Senin (8/8/2022).
Sementara, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, akan memperjuangkan aspirasi tersebut. LaNyalla mengarahkan permasalahan tersebut untuk ditindaklanjuti oleh Komite II yang mengurusi bidang perkebunan.
“Saya sepakat bahwa untuk melindungi petani sawit secara keseluruhan, memang seharusnya Pemerintah menerbitkan peraturan yang berlaku umum bagi semua petani dan perusahaan,” tegasnya. (T2)