InfoSAWIT, NUSA DUA – Harga CPO (minyak sawit mentah) diprediksi masih akan berfluktuasi, hanya saja ketajaman fluktuasi nya akan akan lebih banyak akibat regulasi yang diterbitkan. Diungkapjkan Dorab Mistry dari Godrej International Limited, masalah utama bagi minyak sawit Indonesia adalah Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) yang sangat tinggi, sebelumnya kebijakan ini bila digabungkan maka portongan nya bisa mencapai US$ 550 per ton.
Kata Dorab, kebijakan yang diterapkan pemerintah Indonesia memang baik, hanya saja dengan potongan pajak yang cukup tinggi mengakibatkan dampak yang kurang baik bagi industri. “Kebijakan yang diterapkan untuk mendukung ketersediaan minyak goreng bagi warga kurang mampu,” katanya dalam acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2022 and 2023 Price Outlook yang dihadiri InfoSAWIT, Jumat (4/11/2022), di Nusa Dua, Bali.
Kata Dorab, selain regulasi yang diterapkan Indonesia, ada koreksi yang perlu dilakukan dalam prediksi harga CPO ini lantaran semenjak 9 Juli 2022 lau mata uang Dollar menguat, lantas muncul Kekhawatiran inflasi mendorong peningkatan suku bunga, kemudian tingkat produksi sawit meningkat setelah Ramadhan, sementara permintaan yang terus menurun. “Kelapa sawit sangat kompetitif saat ini tetapi tidak begitu kompetitif pada tahun 2023 jika melihat upaya penanaman kedelai besar-besaran di Amerika Selatan,” katanya.
Sebab itu, kata Dorab, dengan melihat beberapa faktor koreksi tersebut, diperkirakan kontrak harga di Bursa Berjangka minyak sawit di Bursa Malaysia pada tiga bulan pertama di 2023 akan diperdagangkan antara RM 4.500 dan RM 3.500 per ton. “Setelah April & Ramadhan, kita perlu menilai kembali prospek harga, kecuali minyak mentah Brent turun harga ke US$ 70 per barel dan mata uang Ringgit kembali membaik, saya tidak lagi berharap harga Bursa Berjangka lebih tinggi dari RM 2.500 per ton. (T2)
