InfoSAWIT, JAKARTA – Kehidupan dunia yang sarat akan terjadinya berbagai konflik merupakan gejala sosial yang terjadi setiap harinya. Konflik itu sendiri bisa digolongkan dalam dua bagian besar, yaitu konflik sosial dan konflik lingkungan. Lantaran sering terjadi, maka konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja.
Masyarakat luas sering dianggap sebagai arena konflik atau arena pertentangan dan berintegrasi dengan konflik yang senantiasa berlangsung. Adanya anggapan tersebut, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konflik dapat diartikan sebagai percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Sehingga konflik sering diartikan sebagai proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.
Menurut Buku Sosiologi, yang ditulis J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (2005), konflik merupakan suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Menurutnya, keberadaan konflik dari suatu kelompok dapat menimbulkan pro dan kontra.
BACA JUGA: 3 Pola Pengembangan Integrasi Sapi-Kelapa Sawit untuk Petani Sawit
Sejatinya, konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik, biasanya berasal dari adanya persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi sebagian kepentingan tidak tercapai sehingga menimbulkan konflik. Menurut teori Ralp Dahrendof (1929), kehidupan manusia dalam suatu masyarakat dimanapun, tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau kelompok masyarakat lainnya. Menurutnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
BACA JUGA: Petani Jambi Tuntut Redistribusi Lahan Sawit yang Dikuasai PT. Kaswari Unggul
Merujuk berbagai pandangan sosiologis diatas, mengenai konflik, dapat disimpulkan mengenai kehidupan manusia yang sarat akan terjadinya konflik, demikian pula dengan kehidupan masyarakat yang berkecimpung dalam bisnis minyak sawit, dari perkebunan kelapa sawit hingga industri hilirnya. Berbagai persepsi yang menjadi pertentangan, sering disuarakan melalui berbagai media komunikasi massa terutama media massa.
Media Massa Sebagai Solusi Penyelesaian Konflik
Industri minyak sawit sendiri, seringkali berhadapan dengan berbagai konflik, seperti konflik bisnis, konflik sosial dan konflik lingkungan. Adanya konflik ini, memang berasal dari adanya berbagai perbedaan persepsi yang dikemukakan kepada publik, biasanya melalui media massa. Tak jarang, konflik yang terjadi akan membesar dan menjadi sandungan bagi industri sawit guna menjalankan roda bisnisnya.