InfoSAWIT, KUCHING – Beberapa analis percaya bahwa produksi minyak sawit hingga kuartal IV 2022 diyakini beragam, lantaran cuaca basah masih terjadi hingga Februari 2023. Misalnya saja RHB Investment Bank Bhd (RHB Research) melihat bahwa, rata-rata pertumbuhan produksi perkebunan kelapa sawit Malaysia dibanding tahun lalu pada periode yang sama akan berkisar 4,1%.
“Sebagian besar pekebun mengharapkan pemulihan produksi pada tahun 2023 – mulai dari pertengahan satu digit hingga dua digit rendah, didukung oleh tenaga kerja yang lebih baik,” catat RHB Research seprti dilansir InfoSAWIT dari Theborneopost.
Lebih lanjut RHB Research juga mencatat, adanya kekurangan tenaga kerja diharapkan dapat diselesaikan sepenuhnya pada semester pertama di 2023. Sementar, di Indonesia, pihak RHB Research justru mencatat pertumbuhan produksinya mampu mencapai rata-rata 12% bila di bandingkan tahun lalu pada periode yang sama.
BACA JUGA: RHB Research Prediksi Harga CPO RM 3.800 –RM 4.500 Per Ton
Dalam laporan resmi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada kuartal IV di 2022 ada sedikit berbeda – dengan peningkatan 11,4 persen yoy dan 2,5 persen qoq, menjadikan pertumbuhan CPO FY22 menjadi minus 0,1 bila di bandingkan tahun lalu. “Untuk tahun 2023, pekebun Indonesia mengharapkan hasil produksi naik sedikit,” catat RHB Research.
Output Malaysia bulan Februari turun 9,4 persen bulan ke bulan (mom) sementara ekspor turun dua persen, mengakibatkan stok turun menjadi 2,12 juta ton.
Sementara output biasanya meningkat pada bulan Maret setelah dua bulan produksi yang lemah, hal-hal mungkin berubah menjadi berbeda tahun ini karena banyak negara bagian utama seperti Sabah, Johor dan Pahang telah mengalami banjir selama beberapa minggu terakhir.
BACA JUGA: Dharma Satya Nusantara Raih Laba Rp 898 Miliar Pada Kuartal III 2022
Oleh karena itu, RHB Research mungkin masih melihat stok minyak sawit Malaysia di level yang lebih rendah pada akhir Maret 2023, dengan mempertimbangkan permintaan yang sedikit lebih kuat dari Ramadhan dan Aidilfitri serta dampak dari kebijakan kewajiban pasar domestik Indonesia dan penangguhan kuota ekspor.
“Tetap saja, mengingat waktu yang dibutuhkan negara-negara pengimpor utama untuk menghabiskan stok mereka sebelum mengisi kembali, kami yakin peningkatan permintaan yang lebih besar kemungkinan akan terjadi pada semester kedau tahun 2023,” katanya. (T2)