InfoSAWIT, JAKARTA – Diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, satgas yang dibentuk melibatkan banyak lembaga seperti Kemenko Polhukan, Kemenkeu, Kemendagri, Kementerian KLHK, Kejagung serta melibatkan aparat penegak hukum. Salah satu tugas penting satgas ialah mengenai percepatan penanganan sawit dalam Kawasan hutan dengan batas akhir penyelesaian di Undang-Undang Cipta Kerja pada tanggal 2 November 2023.
Langkah ini utamanya dilakukan untuk memperbaiki tata kelola sektor hulu yang nantinya mendukung pengelolaan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. “Sekaligus untuk memperbaiki program peremajaan sawit rakyat, yang seringkali terlupakan dalam upaya peningkatan produktivitas,” kata Luhut dalam konferensi pers yang dipantau InfoSAWIT, Jumat (23/6/2023) di Jakarta.
Dalam citra satelit pemerintah menemukan lahan tutupan kelapa sawit telah seluas 16,8 juta ha, lantas sekitar 3,3 juta ha diantaranya masih berada didalam kawasan hutan. Untuk sawit dalam kawasan hutan akan dilakukan dengan mekanisme sesuai Pasal 110A dan 110B pada Undang-Undang Cipta Kerja. “Satgas juga akan membantu percepatan pelaksanaan pasal 110 A dan 110B bagi setiap kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan,” kata Luhut.
BACA JUGA: Skim Sawit Berkelanjutan ISPO atau RSPO, Tak Perlu Diperdebatkan
Dalam penelusuran yang dilakukan InfoSAWIT, pasal tersebut terdapat pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, yang mana diantara Pasal 110 dan Pasal 111 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 110A dan Pasal 110B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 110A
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan sebelum berlakunya Undang-Undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tanggal 2 November 2023.
(2) Dalam hal setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan tidak menyelesaikan persyaratan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa:
a. Pembayaran denda administratif; dan/ atau
b. pencabutan Perizinan Berusaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayal (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 110B
(1) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (ll huruf b, huruf c, dan/ atau huruf e, dan/ atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan/ atau huruf e, atau kegiatan lain di Kawasan Hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum tanggal 2 November 2020 dikenai sanksi administratif, berupa:
a. Penghentian sementara kegiatan usaha;
b. Pembayaran denda administratif; dan/ atau
c. Paksaan pemerintah.
(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/ atau di sekitar Kawasan Hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektare, dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan Kawasan Hutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. (T2)