InfoSAWIT, JAKARTA — Anggota Komisi XII DPR RI, Jalal Abdul Nasir, menyambut baik rencana penerapan biodiesel B40 mulai Januari 2025. Namun, politisi yang akrab disapa Haji Jalal ini menyoroti berbagai tantangan, seperti kesiapan infrastruktur, teknologi kendaraan, serta potensi dampak sosial dan lingkungan dari kebijakan tersebut.
“Langkah ini positif untuk mengurangi emisi karbon, tetapi pemerintah harus memastikan kesiapan distribusi dan teknologi kendaraan agar implementasi berjalan lancar,” ujar Jalal dalam keterangan tertulis dikutip InfoSAWIT, Selasa (14/1/2025).
Jalal, politisi dari Fraksi PKS, mengingatkan bahwa banyak kendaraan di Indonesia belum dirancang untuk menggunakan bahan bakar dengan kandungan nabati tinggi seperti B40. Oleh karena itu, ia meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memprioritaskan uji coba yang menyeluruh sebelum kebijakan ini diterapkan secara luas. “Kendaraan yang tidak kompatibel dapat mengalami kerusakan mesin, ini harus dicegah sejak dini,” tambahnya.
BACA JUGA: Pakar IPB: Perluasan Lahan Sawit di Hutan Terdegradasi Bukan Deforestasi
Dalam aspek lingkungan, Jalal menyoroti potensi ekspansi perkebunan sawit yang dapat merusak hutan. “Pada tahun 2021, Greenpeace melaporkan 3 juta hektare hutan telah hilang akibat perkebunan sawit. Kebijakan ini berpotensi memperburuk situasi jika tidak diawasi secara ketat,” tegas Jalal. Ia juga menekankan pentingnya penerapan sertifikasi keberlanjutan bagi produsen sawit untuk memastikan bahwa ekspansi perkebunan tidak merusak lingkungan.
Dari sisi ekonomi, Jalal meminta pemerintah untuk menjamin harga sawit yang adil bagi petani kecil. “Banyak petani sawit belum menikmati harga yang layak. Pemerintah harus menciptakan mekanisme distribusi yang memastikan keuntungan juga dirasakan oleh petani kecil,” ujarnya. Sebagai solusi, Jalal mengusulkan pengembangan infrastruktur distribusi berbasis digital menggunakan teknologi IoT (Internet of Things). Menurutnya, teknologi ini dapat memantau distribusi biodiesel secara real-time, mencegah penyelewengan, dan mempercepat penyaluran ke daerah terpencil.
Kebijakan B40, yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 341 Tahun 2024, diharapkan dapat meningkatkan kuota biodiesel menjadi 15,6 juta kiloliter pada 2025. Program ini bertujuan menekan emisi karbon dan mengurangi impor solar, tetapi keberhasilannya membutuhkan pengawasan yang ketat dan kolaborasi berbagai pihak.
BACA JUGA: Harga CPO Diprediksi Menguat, Dipengaruhi Pasar Minyak Kedelai dan Permintaan Global
Dengan berbagai potensi manfaat dan tantangan, Jalal Abdul Nasir berharap pemerintah dapat memastikan kebijakan B40 menjadi solusi berkelanjutan yang tidak hanya mendukung lingkungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani kecil. (T2)