InfoSAWIT, JAKARTA – FPKMS (Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar) menjadi bagian integral dari reforma agraria yang bertujuan untuk redistribusi tanah bagi petani di perkebunan sawit. Namun, implementasinya tidaklah mudah, mengingat perbedaan aturan antara Kementerian Pertanian dan Kementerian ATR/BPN.
Menurut Marselinus Andry dari Departemen Advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), FPKMS seharusnya memanfaatkan konsesi eksisting atau HGU (Hak Guna Usaha) seluas 20%, bukan membuka lahan baru yang dapat mengancam alih fungsi lahan pangan dan meningkatkan deforestasi. Namun, ketidaksesuaian aturan antarinstansi pemerintah, seperti yang disoroti dalam surat edaran baru dari Direktorat Jenderal Perkebunan, menimbulkan tantangan tersendiri dalam pelaksanaannya di lapangan.
“Perlu klarifikasi yang lebih jelas terkait pelaksanaan hukum yang mengatur kewajiban pemegang HGU tidak hanya terkait dengan kemitraan usaha perkebunan, tetapi juga FPKMS,” ujar Marselinus dalam keterangannya kepada InfoSAWIT, Sabtu (18/1/2025).
BACA JUGA:
FPKMS, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor 21/SE/PI.400/E/01/2025 dari Kementerian Pertanian, mewajibkan perusahaan perkebunan untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sebesar 20% dari total luas perizinan usahanya. Namun, kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan lahan di sekitar perkebunan.
Untuk mengatasi hal ini, surat edaran tersebut memberikan fleksibilitas kepada perusahaan untuk menjalankan kewajibannya melalui kemitraan usaha produktif lainnya, termasuk budidaya komoditas lain seperti padi, sesuai dengan program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan. (T2)