InfoSAWIT, BOGOR – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), mendorong para anggotanya guna melakukan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan. Pasalnya, keberadaan petani kelapa sawit masih tergolong rendah produktivitas hasil panennya. Upaya yang dilakukan bersama, melalui berbagai pelatihan praktik budidaya berkelanjutan yang dilakukan di berbagai daerah sentra perkebunan kelapa sawit nasional.
Menurut Ketua Umum SPKS, Sabarudin, rencana kerja nasional SPKS akan percepatan sertifikasi berkelanjutan ISPO dan RSPO diharapkan dapat melatih petani kelapa sawit lebih dari 1.000 orang di Tahun 2025 ini. Menurutnya, keberadaan perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani mandiri kelapa sawit, butuh dukungan dari Pemerintah, terutama Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan, guna memperlancar pemberian rekomendasi teknis sebagai salah satu syarat dari sertifikasi berkelanjutan.
“Anggota SPKS sering terhambat dalam melakukan sertifikasi ISPO, karena rekomendasi teknis (Rekomtek) dari Dirjen Perkebunan butuh waktu hingga satu tahun lamanya”, ujar Sabarudin menjelaskan kepada InfoSAWIT, akhir Januari 2025.
BACA JUGA: Direktur Ekonomi Baintelkam POLRI, Brigjen Pol Ratno Kuncoro Dukung Upaya Petani Sawit Berkelanjutan
Kesulitan petani mandiri kelapa sawit dalam melakukan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan juga berasal dari mahalnya harga pupuk dan perawatan kebun, serta harga murah hasil panen yang dihasilkannya. “Karena petani mandiri kelapa sawit selalu berupaya mengelola kebun sawitnya dengan biaya sendiri, alhasil harga murah didapat, karena lebih cepat menjual hasil panen kepada tengkulak”, ujar Sabarudin.
Berdasarkan pengalaman di lapangan selama ini, Sabarudin juga berharap dukungan erat dari Dirjen Perkebunan Kementan guna melakukan pendampingan lebih intens kepada petani mandiri kelapa sawit. Dukungan akan pemetaan poligon lahan sawit petani dan memfasilitasi percepatan legalitas lahan kebun sawit petani diharapkan SPKS dapat menjadi solusi bersama guna mempercepat proses Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) bagi petani mandiri kelapa sawit.
“Upaya percepatan PSR yang diharapkan Pemerintah juga harus membantu dan memfasilitasi petani mandiri guna memenuhi persyaratan yang dibutuhkan”, ujar Sabarudin, lebih lanjut, “Jangan sampai ada persoalan legalitas yang menjadi rumor baru dan menakutkan bagi petani kelapa sawit”.
Karena adanya persoalan kriminalisasi dan intimidasi yang dialami petani mandiri kelapa sawit, kini sebagian anggota SPKS masih mengalami trauma dan ketakutan berlebihan. Sebab itu, SPKS melakukan kerjasama dengan Mabes POLRI, khususnya Baintelkam (Badan Intelejen dan Keamanan) POLRI, guna bekerjasama dengan petani mandiri kelapa sawit supaya sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
“Terima kasih kepada Mabes POLRI terutama Direktur Ekonomi Baintelkam, Brigjen Polisi Ratno Kuncoro, Pak Togu dari Kementan, Pak Dwi dari BPDPKS dan Pak Andi dari ASD Bakrie, yang telah berkenan hadir pada kegiatan SPKS kali ini”, tukas Sabarudin menjelaskan.
Sebagai informasi, kegiatan diskusi SPKS dengan anggotanya (24/1), menghadirkan narasumber dari Dirjen Perkebunan Kementan, BPDPKS, ASD Bakrie dan Baintelkam POLRI. Diskusi ini dihadiri para anggotanya yang berasal dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. (T1)