InfoSAWIT, BALI – Samuel Hamonangan Lubis, Manajer Industrialisasi Sales Pertamina Patra Niaga, menegaskan komitmen Indonesia dalam mempercepat transisi energi melalui pengembangan biodiesel berkelanjutan. Hal ini disampaikannya dalam International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) Series 2025 hari ke 3 di Bali Beach Convention, dihadiri InfoSAWIT, Jumat (14/2/2025). Menurutnya, bioenergi menjadi kunci mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang dinilai mengancam keberlangsungan lingkungan.
“Pemerintah telah mengambil langkah strategis dengan menerapkan kebijakan biodiesel B40 per 1 Januari 2025. Ini adalah fondasi menuju ketahanan energi,” ujar Samuel. Ia menambahkan, rencana uji coba biodiesel B50 pada tahun depan dan target B100 di masa depan harus dipersiapkan secara matang untuk memastikan energi bersih yang berkelanjutan.
Meski optimis, Samuel mengakui sejumlah tantangan. Pertama, skala ekonomi produksi biodiesel yang belum optimal meski pemerintah memberikan insentif bagi petani dan produsen. Kedua, kendala teknis seperti adaptasi mesin kendaraan terhadap campuran biodiesel tinggi. “Isu teknis masih menjadi penghambat, terutama untuk mencapai B50 dan seterusnya,” jelasnya.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik 0,58 Persen Pada Jumat (14/2), Harga CPO Mingguan Melonjak
Data Pertamina menunjukkan realisasi penggunaan biodiesel meningkat signifikan, dari 9,4 juta kiloliter (2021) menjadi 15,61 juta kiloliter di 2025. Pada 2026, diproyeksikan mencapai 19,52 juta kiloliter dengan nilai sekitar Rp290 triliun. “Ini peluang besar bagi petani sawit dan produsen, tapi harga harus tetap kompetitif,” tegas Samuel.
Harga Jadi Penentu Keberlanjutan
Persoalan harga biodiesel dinilai krusial. Saat ini, harga biodiesel berkisar Rp22.650–Rp22.900 per liter, jauh lebih tinggi dibandingkan solar biasa seperti Dexlite (Rp14.600/liter) dan Pertamina Dex (Rp14.800/liter). “Pelanggan mengeluhkan harga. Produsen harus mencari solusi agar biodiesel tetap terjangkau. Industri tidak bisa menunggu,” tandasnya.
Sebagai alternatif, Pertamina mengembangkan diesel Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) yang lebih ramah lingkungan. Samuel menekankan, masa depan biodiesel di Indonesia bergantung pada sinergi pemerintah, produsen, dan masyarakat. “Presiden Prabowo Subianto berpesan, kita harus mandiri dan tidak lagi bergantung pada impor,” tutupnya.
BACA JUGA: IUCN Sebut Tak Ada Minyak Sawit Jahat, Hanya Butuh Perbaikan Manajemen
Dengan proyeksi peningkatan permintaan global akan energi hijau, Indonesia diharapkan mampu menjadi pemain utama di pasar biodiesel dunia, asal tantangan ekonomi dan teknis dapat diatasi secara kolaboratif. (T2)