InfoSAWIT, SANGATTA — Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mengambil langkah inovatif dalam menjawab krisis energi dan perubahan iklim global. Melalui kegiatan bertajuk Pemanfaatan Limbah Sawit Menjadi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang digelar Selasa (6/6/2025), pemerintah daerah mendorong transformasi limbah cair kelapa sawit menjadi sumber energi bersih berbasis biogas.
Acara yang diinisiasi Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Kabupaten Kutim ini melibatkan PLN, pelajar, mahasiswa, hingga pemerhati lingkungan. Di tengah meningkatnya emisi gas rumah kaca dan cuaca ekstrem, langkah ini dinilai sebagai wujud nyata menghadapi krisis global dengan solusi lokal yang berkelanjutan.
Kepala Bagian SDA Kutim, Arif Nur Wahyuni, menyebut bahwa dari 141 desa di Kutim, sebanyak 22 desa masih belum teraliri listrik. Melalui skema kerja sama antara PLN dan perusahaan kelapa sawit, limbah cair sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) akan diolah menjadi biogas untuk pembangkit listrik.
“Limbah yang sebelumnya menjadi pencemar, kini bisa menjadi energi. Ini peluang besar bagi Kutim yang memiliki hampir sejuta hektare perkebunan sawit,” jelas Arif, dilansir InfoSAWIT dari Kabupaten Kutai Timur, Rabu (7/5/2025).
Selain menyediakan listrik untuk desa-desa terpencil, pengolahan limbah ini juga berperan dalam mengurangi emisi metana—gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses pembusukan limbah sawit. Dengan teknologi biodigester, metana tersebut bisa ditangkap dan dijadikan bahan bakar alternatif, sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025.
Tak hanya berdampak pada lingkungan, penggunaan biogas sawit dinilai memberikan efisiensi ekonomi bagi pelaku industri. Biaya listrik internal dapat ditekan, termasuk pengeluaran untuk bahan bakar operasional.
BACA JUGA: Menyambut Kehadiran Manajer Kontemporer untuk Keberlanjutan Sawit Indonesia
Namun, menurut Joko Pratomo, Manager Biogas dan Power Plant dari PT PMM di Sangkulirang, implementasi teknologi ini masih menemui tantangan. “Volume limbah sangat besar, tapi belum semua pabrik punya teknologi dan SDM yang memadai. Investasi awal juga cukup besar,” ujarnya.
Masalah lain yang mengemuka adalah distribusi energi. Joko menyebutkan bahwa jika energi dari biogas ingin dijual ke PLN, maka perlu dukungan jaringan listrik dan regulasi tarif yang sesuai. Sayangnya, tidak semua pabrik sawit terhubung dengan jaringan PLN.