InfoSAWIT, JAKARTA — Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menilai rencana pemerintah untuk menaikkan kadar campuran biodiesel menjadi B50 perlu dicermati secara hati-hati. Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan harga minyak sawit mentah (CPO), karena akan berpengaruh langsung terhadap pasokan dalam negeri dan keseimbangan pasar minyak nabati global.
“Upaya pemerintah menaikkan bauran biodiesel menjadi 50% memang positif untuk mendorong hilirisasi dan energi hijau, tetapi di sisi lain bisa mendorong kenaikan harga karena pasokan CPO-nya akan terserap lebih banyak di dalam negeri,” kata Eddy pada Konferensi Pers GAPKI dihadiri InfoSAWIT, Selasa (29/10/2025) di Jakarta.
Ia menjelaskan, pengalaman pada tahun 2024 dapat menjadi pelajaran penting. Saat itu, harga sawit sempat lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lain, sehingga permintaan ekspor mengalami penurunan. “Kondisi serupa bisa terjadi lagi bila harga sawit naik terlalu tinggi. Pasar internasional bisa beralih sementara ke minyak nabati lain seperti kedelai atau bunga matahari,” ujarnya.
BACA JUGA: Produksi Sawit Agustus 2025 Turun Tipis, Tapi Nilai Ekspor Meningkat 3,5%
Produksi Diperkirakan Naik, Tapi Masih Terbatas
Meski begitu, Eddy memperkirakan produksi sawit nasional pada 2025 tetap akan meningkat, meski tidak signifikan. “Produksi masih berada di kisaran 54 hingga 55 juta ton, naik sedikit dari tahun lalu. Namun ada faktor lain yang memengaruhi, termasuk kondisi cuaca dan ketersediaan bahan tanam unggul,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan adanya harapan baru bagi peningkatan produktivitas melalui penggunaan serangga penyerbuk baru yang tengah dikembangkan. “Kita berharap hasilnya bisa terlihat pada tahun 2026,” tambahnya optimistis.
Kebijakan DMO dan Dampaknya ke Harga
Terkait Domestic Market Obligation (DMO) minyak sawit, Eddy mengaku pihaknya masih menunggu kejelasan dari pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Kami belum tahu pasti apakah kebijakan DMO akan dikaitkan langsung dengan ekspor atau tidak. Jika nanti DMO dinaikkan dan ada biaya tambahan di dalamnya, tentu akan berdampak pada penurunan harga CPO dan TBS di tingkat petani,” jelasnya.
BACA JUGA: PTPN III Dorong Transformasi Bisnis Perkebunan dari Product-Centric ke Customer-Centric
Eddy menegaskan, setiap kebijakan energi berbasis sawit perlu mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan industri, pasar ekspor, dan kesejahteraan petani. “Yang penting adalah kebijakan harus saling mendukung — hilirisasi jalan, energi terbarukan tumbuh, tapi harga sawit tetap stabil,” tutupnya. (T2)






















