InfoSAWIT, JAKARTA — Di tengah upaya global mendorong minyak sawit berkelanjutan, petani sawit mandiri di Indonesia justru menghadapi tantangan baru. Meski telah bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), banyak koperasi petani kesulitan menjual kredit keberlanjutan mereka. Kondisi ini membuat manfaat ekonomi yang dijanjikan sertifikasi tak kunjung dirasakan.
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyebut, sistem penjualan kredit RSPO belum berpihak pada petani kecil. Ketua Umum SPKS, Sabarudin, mengatakan bahwa sejumlah koperasi anggota SPKS terhambat dalam menjual kredit, termasuk Koperasi Produsen Perkebunan Persada Engkersik Lestari di Kalimantan Barat yang telah mengantongi sertifikat RSPO sejak 2024.
“Petani sudah berinvestasi besar dalam sertifikasi, mulai dari pelatihan, pemetaan lahan, hingga audit. Namun kredit mereka tak terserap pasar. Ini ironi yang membuat banyak petani kecewa,” ujar Sabarudin dalam keterangan resmi ditulis InfoSAWIT, Senin (3/11/2025) di Jakarta.
BACA JUGA: Ekspor Sawit Jadi Penopang Utama Surplus Neraca Perdagangan Perkebunan
SPKS menilai, lambannya peran sekretariat RSPO dalam menghubungkan koperasi dengan pembeli menjadi salah satu penyebab utama. “Ada kesan bahwa pasar kredit RSPO hanya menguntungkan kelompok tertentu. Petani mandiri seperti kami sulit sekali mendapatkan akses ke pembeli,” ujarnya menambahkan.
Menurut Sabarudin, sistem kredit seharusnya menjadi jembatan bagi petani kecil untuk menikmati manfaat ekonomi dari praktik berkelanjutan. Namun kenyataannya, mekanisme pasar yang tertutup justru membuat mereka tersingkir dari kompetisi global.
“Kalau situasi ini dibiarkan, semangat petani untuk tetap dalam jalur keberlanjutan akan menurun. Sertifikasi bisa kehilangan maknanya jika tidak memberikan manfaat nyata,” tegasnya.
BACA JUGA: BPDP Dorong Kolaborasi Riset dan UMKM Perkebunan Lewat InaRI Expo 2025
SPKS mendesak agar isu ini menjadi bahasan khusus dalam Forum RSPO di Kuala Lumpur pada 3–5 November 2025. Mereka berharap forum itu membuka ruang dialog bagi petani kecil agar sistem kredit lebih inklusif dan transparan.
“Kami ingin sistem yang adil, di mana petani yang sudah bersertifikat bisa menjual kredit dengan mudah dan setara dengan perusahaan besar,” katanya.
Sertifikasi RSPO bertujuan mendorong praktik perkebunan yang bebas deforestasi, menghormati hak pekerja, dan memastikan keterlibatan masyarakat lokal. Namun tanpa manfaat ekonomi, SPKS khawatir sertifikasi hanya akan menjadi beban administratif bagi petani kecil.
BACA JUGA: RSPO Gelar “Sustainability in Action Palm Oil Tour”
“RSPO harus membuktikan komitmennya terhadap inklusivitas. Petani adalah ujung tombak keberlanjutan, bukan pelengkap,” tutup Sabarudin. (T2)




















