InfoSAWIT, JAKARTA – Akhir Juli lalu Koalisi Buruh Bersama (KBS) bertemu dengan Wakil Menteri Tenaga Kerja RI, Afriansyah Noor, di kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI di Jakarta, untuk menyampaikan kondisi dan masalah ketenagakerjaan di perkebunan sawit.
Hingga saat ini, industri sawit masih menjadi sumber devisa utama bagi perekonomian Indonesia, mencapai Rp 430 triliun pada tahun 2021. Namun, besaran penerimaan negara dan keuntungan perusahaan tersebut tidak sebanding dengan perlindungan pemerintah terhadap kondisi kerja yang layak. sektor. KBS menemukan banyak kasus ketenagakerjaan yang mengindikasikan kondisi kerja eksploitatif berupa rezim upah rendah, status ketenagakerjaan sangat rentan, keselamatan kerja minimal, dan pelanggaran perlindungan kesehatan terhadap ketentuan perlindungan jaminan sosial.
Diungkapkan Koordinator KBS, Hotler Parsaoran, persoalan buruh perkebunan sawit yang perlu mendapat perhatian serius dari Kementerian Ketenagakerjaan. Buruh harian lepas adalah salah satu masalah utama bagi buruh perkebunan sawit, dan buruh perempuan adalah korban pertama dan terbesar dari skema pekerjaan tidak tetap.
“Kami juga menyoroti laporan buruh yang membutuhkan perhatian khusus untuk ditindaklanjuti. Koalisi Buruh Sawit masih menerima laporan tentang praktek pemberangusan terhadap serikat pekerja independen dan perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS TK,” kata Hotler Parsaoran dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT Jumat (5/8/202).
Sementara, Suhib Nurido dari F-SERBUNDO menyampaikan, kasus dugaan union busting yang dilakukan perusahaan perkebunan sawit di PT. Gerbang Sawit Indah di Rokan Hulu Riau. “Pengurus Basis F-SERBUNDO di mutasi dan di PHK setelah mendirikan serikat. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polda Riau, Polda Riau menyatakan akan meminta petunjuk dari Kementerian Ketenagakerjaan”, kata Suhib.
Pihak F-SERBUNDO juga menyampaikan kasus pelanggaran hak normatif di PT. Perkasa Inti sawit II di Rokan Hulu Riau, kasus kecelakaan kerja yang tidak diberikan santunan di perusahaan PT. Cahaya Pelita Andika di Tapanuli Tengah Sumatera Utara dan kasus kekurangan THR di PT. London Sumatra Indonesia di Kutai Barat Kalimantan Timur.
Hasan (FSP Bun Rajawali EHP) melaporkan kasus PT EHP Rajawali di Kalsel yang tidak mendaftarkan tenaga kerja di BPJS TK jaminan sosial. “Dari total 1.687 pekerja, 1.100 pekerja harian lepas tidak terdaftar, selain itu ratusan pekerja lainnya dipotong iurannya tetapi tidak dibayar. Kondisi ini sangat merugikan para pekerja. Jika pekerja sakit, mereka harus menanggung sendiri biaya pengobatan yang merupakan beban berat melihat upah yang rendah,” kata Hasan.
Dionisius (SBK Kalbar) melaporkan bahwa serikat buruh independen kerap diperlakukan semena-mena oleh perusahaan yang merusak hubungan industrial antara Serikat Buruh dan Pengusaha, seperti yang dialami SBK Kalbar di PT Mitra Aneka Rezeki di Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Afriansyah Noor didampingi Koordinator Bidang Hubungan Kerja, Sumondang dan Sub Koordinator Bidang Organisasi Pekerja, Oloan Nadeak serta jajarannya menyatakan akan mengupayakan supaya kasus diperhatikan sebagaimana mestinya untuk ditindaklanjuti. “Kementerian akan menindaklanjuti kasus yang dilaporkan dengan syarat data dan dokumen valid dan lengkap,” kata Afriansyah Noor. (T2)