InfoSAWIT, JAKARTA – Pada tahun 2045 Indonesia direncanakan tidak akan lagi mengimpor bahan bakar berbasis fosil, lantaran bakal mengembangkan minyak kelapa sawit sebagai sumber bahan bakar alternatif.
Diungkapkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, pihaknya sedang melakukan riset terkait minyak kelapa sawit untuk dijadikan bahan bakar. Bahkan di 2045 diproyeksikan produksi minyak sawit nasional bisa mencapai 100 juta ton dari saat ini yang baru mencapai sekitar 45 juta ton.
Tutur Luhut, dari total produksi CPO tersebut sekitar 30 persen bakal digunakan untuk bahan baku pangan dan sebanyak 70 persen digunakan sebagai bahan bakar nabati. “Kita bisa lakukan riset dan kita bisa bikin etanol. Jadi kita tidak perlu mengimpor minyak fosil pada saat itu,” kata Menko Luhut Pandjaitan dalam “Indonesia Zero Pathway: Opportunity & Challenges” yang digelar di Paviliun Indonesia, World Economic Forum Annual Meeting 2023 di Davos, Swiss, Selasa (17/1/2023) waktu setempat.
BACA JUGA: Seluruh Pemkab di Jambi Dianjurkan Bentuk Satgas Pemantau Harga TBS Sawit
Lebih lanjut Luhut menjelaskan, pengembangan bahan bakar alternatif merupakan satu dari lima pilar ekonomi hijau yang tengah digencarkan Indonesia. Keempat pilar lainnya yaitu dekarbonisasi sektor kelistrikan; transportasi rendah karbon yang salah satunya berupa adopsi kendaraan listrik; industri hijau; dan carbon sinks yang meliputi carbon capture dan carbon offset market.
Lebih lanjut Menko Luhut juga menyebut percepatan pencapaian net zero emission 2060 akan didorong dengan transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. “Makanya peran minyak sawit akan sangat besar di tahun-tahun mendatang,” katanya dilansir Antara.
BACA JUGA: Plt. Kepala Bappebti: Pembentukan Harga Acuan Komoditas Sesuai Mandat UU 32/1997
Pemerintah Indonesia pun, lanjut Menko Luhut, melakukan moratorium izin perkebunan kelapa sawit agar tingkat produktivitas bisa ditingkatkan dari 2,3 ton per hektare menjadi 8-10 ton per hektare dalam 10-15 tahun ke depan. Kebijakan moratorium sendiri juga dilakukan untuk menekan angka deforestasi akibat ekspansi kebun kelapa sawit. (T2)