InfoSAWIT, JAKARTA – Diungkapkan Peneliti Staff Balai Teknologi Bahan Bakar Dan Rekayasa Desain BPPT, Agus Kismanto, pemanfaatan biodiesel sawit secara umum bisa dikelompokkan menjadi dua, yakni kelompok pertama adalah biodiesel berbasis FAME, yang saat ini telah berjalan yang kerap populer disebut B30.
Tujuan dari program tersebut diharapkan akan mampu menjaga kestabilan harga CPO. Lantas, memanfaatkan Perkebunan kelapa sawit yang ada. Produk akhir berbentuk Biodiesel, bahan pencampur Solar.
Catat Agus, dari model ini ternyata memiliki kelemahan, misalnya jumlah maksimal pasokan hanya mencapai sekitar 10 juta ton. Kemudian muncul kendala bila pencampuran lebih tinggi dari 30% (B30) dari sisi produsen otomotif. “Terkendala besarnya terkait besaran insentif jika selisih harga CPO dan minyak bumi semakin besar,” katanya dalam webinar yang diadakan BPPT, bertema “Kebun Energi Berbasis Sawit,” yang dihadiri InfoSAWIT, akhir tahun 2020 lalu.
BACA JUGA: Sawit Bisa untuk Industri Polimer Lebih Ramah Lingkungan
Kelompok kedua, kata Agus Kismanto, yakni pengembangan green diesel, tujuan utama pengembangan energy ramah lingkungan berbasis sawit jenis ini diantaranya, guna mengurangi Impor Bahan Bakar Minyak (BBM) secara massif, memanfaatkan Dedicated Perkebunan Energi. Lantas, hasilnya bisa berupa Green Diesel, Green Gasoline, Green LPG, Green, avtur, dsb.
“Tidak ada kendala jumlah, tergantung luasan Perkebunan Energi, tidak ada kendala dari produsen otomotif, sifat fisika dan kimia sama dengan BBM konvensional, tidak perlu insentif, berasal dari perkebunan milik negara yang bertujuan menyediakan BBM untuk rakyatnya,” tutur Agus.
Namun demikan kelompok ini pun memiliki kelemahan juga, diantaranya, perkebunan energi skala masif belum tersedia, dan teknologi yang digunakan lebih tinggi dan cost production lebih mahal daripada biodiesel. Oleh karena itu kata Agus, dibutuhkan pemikiran guna mengembangkan kebun energi berbasis perkebunan rakyat.
Sebelumnya kata dia, program mandatori B20 telah berjalan baik pada periode 2019 lalu, namun sayangnya kisah sukses B20 tersebut tidak dirasakan langsung oleh para pekebun sawit rakyat. Lantaran harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit masih tetap saja berfluktuasi.
Selama ini dari analisa Agus, arus proses pengolahan TBS sawit hingga ke Pertamina, yang berjalan lebih dominan dilakukan para pelaku usaha besar. Sementara petani Sawit tidak memiliki akses langsung terhadap end-consumer. “Olehkarena itu dibutuhkan mekanisme baru, untuk memperkuat posisi petani sawit,” katanya.
Cara nya kata dia bisa dilakukan dalam dua cara, pertama, melibatkan koperasi Petani Sawit dengan melakukan titip olah TBS ke Eksisting Pabrik Kelapa Sawit untuk memproduksi CPO, atau skim kedua dengan melakukan titip olah CPO ke Eksisting Pabrik Biodiesel untuk memproduksi Biodiesel. (T2)