InfoSAWIT, JAKARTA – Penyelesaian kebun sawit dalam kawasan hutan yang ditawarkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU C) bakal menimbulkan soal baru, terutama mengenai luas lahan yang dapat diselesaikan dalam strategi penataan kawasan hutan, yang mana dinyatakan dalam UU CK dibatasi maksimal 5 hektar.
Dengan demikian diungkapkan Sekretaris Jendral Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, skala usaha kurang dari 25 hektar yang dikelola pekebun dalam UU Perkebunan, tidak semua diselesaikan dalam strategi penyelesaian kawasan hutan.
Lantas bagaimana dengan petani yang memiliki 6 hektar dan seterusnya atau kurang dari 25 hektar, apakah ada mekanisme diluar strategi penataan Kawasan hutan ini. Hal ini yang belum didetailkan dalam skema penyelesaian dalam UU CK.
BACA JUGA: Pemutihan 3,3 Juta Ha lahan Sawit di Kawasan Hutan Bukan Solusi, Justru Abaikan Penegakan Hukum
“Karena itu, penyelesaian dengan strategi “jalan tol” melalui pemutihan ini akan berpotensi dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memanipulasi data kepemilikan atau merekayasa luasan lahan yang mereka kuasai dalam Kawasan hutan. Terutama oleh kalangan pemodal dengan lahan lebih dari 25 hektar. Apalagi Satgas Sawit membuka peluang sistem pelaporan secara mandiri dan berharap kejujuran dari pihak perusahaan atau individu yang selama ini menerobos Kawasan hutan,” katanya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Selasa (4/7/2023).
Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa mekanisme self reporting yang akan digunakan oleh Satgas Sawit tidak akan efektif, jika Pemerintah sendiri tidak memiliki data yang fakual di lapangan. Pelaporan oleh pelaku usaha tentu akan mengacu pada data perizinan yang sama digunakan oleh Pemerintah dalam sistem Siperibun.
Padahal ungkap Darto, dalam banyak kasus, terjadi perbedaan luas konsesi perusahaan secara faktual dengan data perizinan yang dikantongi Pemerintah dalam Siperibun. Oleh sebab itu, self reporting akan efektif jika Pemerintah betul-betul memiliki data hasil kajian dan verifikasi lapangan. “Pemerintah juga diharapkan transparan dengan membuka data ke publik serta membuka mekanisme complain dari masyarakat sipil,” tandas Darto. (T2)