InfoSAWIT, JAKARTA – Pendapat memperluas lahan kelapa sawit guna mendongkrak pendapatan seiring bergeser paska anjloknya harga minyak sawit dunia. Petani sawit pun mencari jalan alternatif demi bertahan hidup dengan membangun ekonomi mandiri.
Beberapa tahun belakangan ini, pengelola lahan perkebunan kelapa sawit skala kecil semakin sulit memprediksi perubahan ekonomi yang setiap saat dapat berubah kearah harga lebih baik maupun sebaliknya. Pada tahun 2018 dan 2019 adalah contoh dimana mereka mengalami harga sawit yang rendah hingga kegairahan untuk memanen sawit menjadi surut.
Akibat hal tersebut petani mencari jalan alternatif demi bertahan hidup dengan membangun ekonomi mandiri, seperti peluang usaha non sawit untuk meningkatkan produktivitas dari kebun yang ada. Tetapi untuk mewujudkan rencana tersebut sejujurnya tidaklah mudah. Sebab dibutuhkan lembaga keuangan yang dapat membantu melalui system kredit nan ramah bagi petani.
Bank merupakan salah satu dari sekian banyak lembaga keuangan di Indonesia yang mampu memberikan suntikan dana, namun untuk mengakses pinjaman dari bank sangat sulit bagi petani. Karena pada satu sisi petani di minta memberikan jaminan sertifikat tanah/kebun yang masih di tahan perusahan akibat kebun plasma belum terbayar lunas.
Para petani kemudian melakukan konsolidasi gagasan untuk membangun kekuatan ekonomi dari akar rumput melalui pengumpulan modal yang berasal dari petani itu sendiri. Tujuan dari gerakan ini adalah membentuk sebuah wadah ekonomi yang kuat dan mandiri, supaya kedepan mampu menopang inovasi dari petani kelapa sawit. Petani sadar bahwa inovasi ada di tangan mereka, tapi semuanya itu membutuhkan modal yang cukup besar.
Nasib petani kelapa sawit yang semakin tidak menentu membuat beberapa petani bergerak cepat membicarakan terkait masa depan mereka di Desa Tanjung Benanak, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada tahun 2011. Sesudah diskusi panjang lebar, mereka bersepakat membentuk Gapoktan yang ketika itu diinisiasi oleh 5 orang. Dalam berjalannya Gapoktan berubah menjadi KSP (Koperasi Simpan Pinjam). Sampai sekarang, KSP sudah mempunyai 532 anggota yang tersebar di desa-desa transmigrasi lain seperti Desa Tanjung Makmur, Desa Bukit Harapan, Desa Lampisi, Desa Cinta Damai dan juga ada yang berasal dari Karyawan PT Asian Agri maupun PT Seruni.
BACA JUGA: Fasilitasi Sertifikasi ISPO Untuk Petani Sawit Swadaya, SPKS Gandeng Mutu International
Tujuan utama dari KSP didirikan adalah untuk menjembatani petani dalam mengakses permodalan demi menciptakan masyarakat sejahtera dan mandiri secara berkelanjutan. Untuk dapat menjadi anggota, setiap petani harus mempunyai simpanan pokok sebesar Rp. 500.000 dan simpanan wajib Rp 50.000.