InfoSAWIT, JAKARTA – Di tengah kerumitan sistem dan kebijakan di Indonesia, upaya kami untuk mencapai kepatuhan terhadap prinsip berkelanjutan adalah perjuangan yang kompleks. Bagaimana kita akan menghadapi tantangan ini, dan sampai kapan kerumitan situasi ini akan dipertahankan oleh pemerintah, adalah pertanyaan yang tetap menggantung di udara.
Pemerintah seharusnya memberikan dukungan teknis dan finansial kepada petani swadaya untuk beralih ke praktik yang berkelanjutan, melalui pelatihan, pemilihan varietas tanaman yang lebih berkelanjutan, dan solusi-solusi komprehensif yang dapat membantu meningkatkan hasil tanaman. Pemberdayaan petani swadaya dan peningkatan organisasi adalah langkah penting untuk memberikan akses yang lebih baik ke sumber daya, pasar, dan pengetahuan yang diperlukan.
Deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia bukan hanya masalah internal negara ini, melainkan sudah menjadi perhatian global. Oleh karena itu, mengakhiri deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia adalah tanggung jawab bersama demi masa depan planet ini secara proaktif.
BACA JUGA: Kelapa Sawit Swadaya di Tengah Tantangan Regulasi Anti Deforestasi Uni Eropa (Tulisan 1 dari 2)
Seluruh aktor dalam rantai pasok kelapa sawit harus menghormati kondisi eksisting dan mengakui tantangan serta dampak yang telah ada. Ini adalah langkah sinergis dalam mengambil tindakan selanjutnya. Kita harus memahami bahwa deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia adalah hasil dari berbagai faktor sejarah struktural, ekonomi, dan sosial yang kompleks. Ini termasuk kebijakan pemerintah untuk menghasilkan minyak kelapa sawit, serta kehidupan petani swadaya di sekitar rantai pasok yang sudah mapan.
Banyak petani dan masyarakat yang terlibat dalam rantai pasok industri kelapa sawit tidak memiliki alternatif mata pencaharian yang memadai. Oleh karena itu, menciptakan solusi yang dapat menghormati kondisi eksisting dan memberikan alternatif yang layak bagi petani adalah kunci keberhasilan tata kelola berkelanjutan. Langkah penting adalah menciptakan konsensus untuk pembangunan berkelanjutan. Semua pihak, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat, perlu mengakui peran mereka dalam mengatasi deforestasi dan degradasi hutan yang telah terjadi. Hanya melalui rekognisi bersama ini kita dapat menjalin kerja sama untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Delapan aspek berikut adalah pembelajaran penting yang dapat diambil dari pengalaman petani swadaya dalam upaya meningkatkan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan demi melindungi hutan, keanekaragaman hayati, dan lingkungan alam secara keseluruhan:
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Amblas Rp 198/Kg Pada Senin (2/10), Belawan Tak Ada Kabar
- Inventarisasi dan Identifikasi Lahan: Pendataan dan identifikasi lahan adalah langkah awal yang penting dalam mengatasi deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia. Data yang akurat tentang lokasi perkebunan kelapa sawit di tingkat desa, baik yang dimiliki swasta, koperasi petani, atau individu petani swadaya, sangat diperlukan untuk membuat keputusan yang efektif.
- Membuka Akses yang Adil bagi Petani Swadaya: Melalui pemberian akses yang sah dan legalitas terkait Areal Penggunaan Lain (APL) serta skema perhutanan sosial sesuai perundang-undangan, pemerintah dapat menciptakan kerangka hukum yang adil dan berkelanjutan. Ini dapat memperkuat kepercayaan petani, mendorong kerjasama, dan mengurangi praktik-praktik ilegal yang merusak hutan.
- Dukungan untuk Praktik Berkelanjutan: Memberikan dukungan teknis dan finansial kepada petani untuk menerapkan praktik pertanian berkelanjutan adalah langkah penting dalam mengurangi dampak industri kelapa sawit pada lingkungan. Pelatihan, pemilihan varietas tanaman yang lebih baik, pengelolaan air yang bijaksana, dan praktik-praktik lingkungan yang lebih baik dapat membantu melindungi hutan dan meningkatkan produktivitas petani dalam jangka panjang.
- Menciptakan Alternatif Mata Pencaharian: Mengeksplorasi alternatif mata pencaharian bagi masyarakat yang bergantung pada perkebunan kelapa sawit adalah kunci untuk solusi jangka panjang. Diversifikasi mata pencaharian, seperti pertanian dan komoditas perkebunan berkelanjutan lainnya, pariwisata, atau pengolahan agro lainnya, dapat membantu mengurangi ketergantungan pada kelapa sawit.
- Mendorong Praktik yang Lebih Baik: Mendorong petani untuk menerapkan Better Management Practices (BMP) adalah langkah penting dalam mengurangi dampak industri kelapa sawit pada lingkungan. Praktik-praktik ini termasuk penggunaan pestisida yang bijaksana, pengelolaan limbah yang tepat, dan penggunaan pupuk yang lebih efisien. Dengan mempromosikan praktik yang lebih baik, petani dapat mengurangi risiko kerusakan lingkungan.
- Keterlibatan Aktif Pemerintah dan Swasta: Peran pemerintah dalam mengawasi dan mengatur industri kelapa sawit sangat penting. Dalam hal ini, swasta juga memiliki Tanggung Jawab Sosial Lingkungan untuk mengadopsi praktik berkelanjutan dalam rantai pasokan mereka.
- Peningkatan Pemahaman Masyarakat: Peningkatan pemahaman masyarakat tentang pentingnya konservasi hutan dan praktek berkelanjutan adalah langkah krusial. Pendidikan dan kesadaran publik dapat membantu mengubah perilaku dan budaya sekitar industri kelapa sawit.
- Kerjasama Internasional: Deforestasi dan degradasi hutan adalah masalah global. Kerja sama dengan komunitas internasional, termasuk negara-negara yang mengimpor produk kelapa sawit, dapat membantu meningkatkan tekanan pada praktik-praktik yang merusak lingkungan. Melalui kerja sama internasional, kita dapat berbagi pengetahuan, sumber daya, dan dukungan untuk menjaga hutan tropis di seluruh dunia.
Ketergantungan UE terhadap minyak kelapa sawit dapat digunakan politik Indonesia untuk menata industri kelapa sawit nasional kembali, meski regulasi eksternal seperti EUDR tidak dapat mempengaruhi keseluruhan akses pasar dan stabilitas ekonomi. Indonesia perlu menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan sebagai bagian dari masyarakat global.
Industri sawit nasional dan upaya hilirasi merupakan jalan transisi mendesak dari transisi tereksklusinya pasar UE dan lebih mandiri dalam mengatur industri kelapa sawit sendiri. Langkah ini akan memperluas peluang pasar dalam negeri, menjaga pendapatan petani swadaya, dan memungkinkan Indonesia untuk memfokuskan pada proses produksi yang efisien, distribusi, dan pemasaran turunan produk kelapa sawit. Dengan demikian, sambil tetap berhubungan dengan pasar global, Indonesia dapat memperkuat kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi dalam mengelola sumber daya alamnya. (*)
Penulis : Ketua Koperasi Perkebunan Belayan Sejahtera, Kalimantan Timur/ Jamaluddin