InfoSAWIT, JAKARTA – Perempuan memainkan peran vital dalam industri kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia. Rukaiyah Rafiq dari Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI) menyoroti kontribusi signifikan perempuan dalam perkebunan kelapa sawit, baik dalam pengelolaan kebun maupun dalam organisasi petani swadaya.
Di Kalimantan Tengah, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Mandiri (APKSM) telah menunjukkan peran aktif perempuan dalam administrasi dan audit. Anggota kelompok petani ini, yang telah mendapatkan sertifikasi Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO), diberikan peningkatan pengetahuan dalam pengelolaan kebun. Selain itu, perempuan juga berperan sebagai pelatih untuk sesama perempuan, seperti yang diterapkan oleh kelompok petani sawit swadaya UD Lestari di Sumatera Utara.
Di Riau, Asosiasi Amanah memastikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang tergabung dalam Unit Tim Semprot (UTS). Kelompok ini juga rutin memberikan penyuluhan sebelum pekerjaan berisiko dimulai, sebuah praktik yang juga diadopsi oleh petani sawit swadaya dalam APKSM.
BACA JUGA: Kawanan Gajah Liar Rusak Delapan Hektar Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh Jaya
Hingga kini, FORTASBI telah memiliki 34 kelompok dengan total 9.136 petani yang mengelola lahan perkebunan kelapa sawit seluas 19.403 hektar. Dari 525 pengurus organisasi, 92 di antaranya adalah perempuan. Organisasi ini tersebar di berbagai wilayah termasuk Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah.
Uki menegaskan bahwa perempuan bukan hanya kunci dalam produksi minyak sawit berkelanjutan tetapi juga merupakan konsumen penting produk minyak sawit tersebut. Ia menyerukan agar perempuan diberikan kesempatan yang setara dalam kelembagaan petani. “Pastikan akses pelatihan dan pengetahuan, serta perlindungan (APD dan K3) bagi perempuan yang bekerja di perkebunan kelapa sawit,” ujarnya.
Selain itu, Uki menekankan pentingnya memberikan edukasi kepada perempuan mengenai produk yang mereka konsumsi sehari-hari. Bagi perempuan yang tidak bekerja di perkebunan kelapa sawit, pelatihan terkait dengan bidang yang mereka geluti seperti kebun karet, kebun sayur, atau pengelolaan ekonomi rumah tangga harus diberikan.
BACA JUGA: Potensi Perkebunan Sawit di Desa Basirih Hulu Terkendala Status Kawasan Sandang Pangan
Pelatihan yang melibatkan perempuan juga harus mempertimbangkan layanan penitipan anak, waktu yang tepat, dan jarak yang tidak terlalu jauh. “Berikan juga pelatihan tentang pengarusutamaan gender kepada petani laki-laki,” tandas Uki.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan peran perempuan dalam industri kelapa sawit berkelanjutan semakin diakui dan diberdayakan, mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia. (T2)