InfoSAWIT, JAKARTA – Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHBun), Prayudi Syamsuri, mengungkapkan delapan pokok penting dalam rencana revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses sertifikasi serta memperkuat komitmen terhadap keberlanjutan.
Berikut adalah delapan pokok rencana revisi tersebut, pertama, kewajiban ICS Pekebun Swadaya, pekebun sawit swadaya cukup memahami prinsip dan kriteria ISPO tanpa harus mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan ISPO.
Lantas kedua, PUP sebagai Indikator Penilaian, Penyusunan PUP (Penilaian Usaha Perkebunan) tidak lagi menjadi prasyarat pengajuan sertifikasi, melainkan akan menjadi indikator penilaian.
BACA JUGA: Ratusan Petani Ikuti Sosialisasi dan Bimtek Peremajaan Sawit Rakyat di Medan
Ketiga, prasyarat pengajuan sertifikasi ISPO Pekebun, sertifikasi ISPO untuk pekebun mensyaratkan STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya) dan/atau bukti kepemilikan lahan.
Keempat, SPPL sebagai Indikator Penilaian, dimana SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan) tidak lagi menjadi prasyarat pengajuan sertifikasi ISPO untuk pekebun, tetapi akan menjadi indikator penilaian. “Ini layaknya orang diberi kepercayaan yang penuh, bahwa petani mampu melakukan pengelolaan lingkungan,” kata Prayudi.
Kelima, frekuensi penilikan, untuk frekuensi penilikan akan ditingkatkan menjadi minimal tiga kali dalam satu siklus sertifikasi.
BACA JUGA: DPR RI Kunjungi PTPN IV untuk Evaluasi Pengembangan Industri Kelapa Sawit
Keenam, transparansi dan Pelaporan, meningkatkan transparansi akses informasi dan kewajiban pelaporan melalui sistem informasi yang lebih terintegrasi.