InfoSAWIT, LABUHANBATU – Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menyuarakan keprihatinan terkait perizinan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Pulo Padang Sawit Permai (PPSP) di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, yang diduga merugikan masyarakat setempat. Perhatian ini muncul setelah sejumlah aktivis ditangkap saat melakukan aksi protes terhadap operasional pabrik tersebut.
Daniel menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan semua izin terkait operasional pabrik, terutama Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), telah sesuai dengan prosedur. “Pemerintah harus memastikan apakah persyaratan PKS ini sudah dipenuhi, khususnya terkait AMDAL. Kita juga harus mempertimbangkan asas keadilan bagi masyarakat, jangan sampai pengoperasian pabrik merugikan warga,” ujar Daniel pada Senin.
Permasalahan ini bermula dari pendirian pabrik sawit yang disebut-sebut mengganggu kenyamanan warga di Kelurahan Pulo Padang, Kecamatan Rantau Utara. Masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam keputusan pembangunan pabrik yang awalnya diinformasikan sebagai perumahan rakyat. Lokasi pabrik yang berada di dekat sekolah turut menjadi sorotan, karena aktivitas pabrik dianggap mengganggu murid dan lingkungan sekitar. Selain itu, pabrik juga disebut menyebabkan polusi udara, limbah kelapa sawit, dan pencemaran air sumur serta sungai di wilayah tersebut.
BACA JUGA: BPDPKS Gelar Sharing Session dan Monev Pengembangan SDM Perkebunan Kelapa Sawit
Pada 20 Mei 2024, warga dan beberapa elemen masyarakat melakukan aksi protes menolak pengoperasian PKS PT PPSP. Aksi ini berujung pada penangkapan beberapa aktivis, termasuk Tina Rambe, seorang aktivis perempuan yang vokal menentang keberadaan pabrik sawit. Meskipun beberapa aktivis lainnya telah mendapat penangguhan penahanan, Tina Rambe hingga kini masih ditahan, dan permohonan praperadilannya belum diputuskan.
Daniel Johan menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap operasional pabrik tersebut. Menurutnya, jika terbukti pabrik sawit itu merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat, pemerintah harus mengambil tindakan tegas, bukan malah menangkap warga yang memprotes. “Penegak hukum harus netral dan transparan. Jangan sampai ada masyarakat yang dikriminalisasi hanya karena menuntut hak mereka,” tegas Daniel, dikutip InfoSAWIT dari Teropongsenayan.com, Selasa (10/9/2024).
Protes terhadap PKS PT PPSP ini sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 2017, namun terus berulang tanpa penyelesaian. Warga menuntut relokasi pabrik sebagai solusi atas permasalahan ini, namun pihak perusahaan berpendapat bahwa penolakan hanya berasal dari segelintir orang.
BACA JUGA: Bio CNG Bisa Jadi Alternatif Bahan Bakar Ramah Lingkungan, Pangkas Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Daniel menambahkan bahwa permasalahan serupa sering terjadi di berbagai daerah terkait konflik antara masyarakat dan perusahaan sawit. “Penegakan hukum harus dilakukan secara transparan. Jangan sampai masyarakat mendapatkan perlakuan tidak adil,” ujarnya.
Legislator tersebut juga menyoroti pentingnya pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan konflik ini, yakni melalui dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak. “Langkah ini penting untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan,” tutup Daniel. (T2)