InfoSAWIT, JAKARTA – Tidak bisa dipungkiri, ekspor minyak kelapa sawit telah memainkan peran krusial dalam menjaga stabilitas neraca perdagangan Indonesia. Selama periode 2021 hingga 2023, nilai ekspor sawit melonjak tinggi, didorong oleh harga CPO (Crude Palm Oil) yang meroket. Pada 2022, nilai ekspor minyak sawit mencapai angka fantastis, yaitu US$ 39,07 miliar, termasuk produk hilirnya. Namun, dengan penurunan harga CPO sepanjang 2023, nilai ekspor turun menjadi US$ 30,32 miliar.
Disisi lain, produksi CPO Indonesia dalam empat tahun terakhir cenderung stagnan. Sementara itu, konsumsi minyak sawit dalam negeri justru terus meningkat, terutama didorong oleh kebijakan mandatori biodiesel yang semakin diperluas.
Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), volume ekspor sawit menurun dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018, ekspor mencapai 77% dari total produksi, tetapi pada 2020 hingga 2022, rasio itu turun menjadi sekitar 66%.
BACA JUGA: Genjot Produktivitas Sawit, Kementan-BRIN Lakukan Inovasi Introduksi Serangga Penyerbuk
Tak hanya rasio ekspor, penurunan produktivitas pun terjadi, ini sebagian besar disebabkan oleh usia perkebunan kelapa sawit yang semakin tua. Para pengusaha kelapa sawit yang tergabung dalam GAPKI kini sedang mencari terobosan untuk memulihkan produktivitas yang menurun. Salah satu solusi yang diandalkan adalah mendatangkan spesies kumbang penyerbuk baru, Elaeidobius Kamerunicus Faust.
Kumbang kecil ini berasal dari Afrika dan diyakini dapat meningkatkan produktivitas sawit di Indonesia. Sejak masa kolonial, para pelaku dan petani sawit di Indonesia hanya mengandalkan satu jenis kumbang penyerbuk, namun sayangnya, seiring berjalannya waktu, kinerja kumbang tersebut menurun, terutama saat musim hujan. Hasilnya, penyerbukan tidak maksimal, dan produksi sawit pun melesu.
Elaeidobius spesies baru diyakini tidak terpengaruh oleh cuaca buruk. Bahkan saat hujan deras, kumbang ini tetap bekerja tanpa henti, memastikan setiap bunga sawit diserbuki dengan sempurna, membuka jalan bagi peningkatan hasil panen.
Namun, membawa spesies baru ini ke Indonesia bukanlah pekerjaan mudah. Diperlukan kolaborasi antara semua pemangku kepentingan di industri kelapa sawit untuk memastikan keberhasilan introduksi kumbang penyerbuk baru ini.
Pertanyaannya, apakah hanya dengan mendatangkan spesies baru Elaeidobius produktivitas sawit akan langsung meningkat? Tentu saja, prosesnya tidak sesederhana itu. Namun, harapan besar telah tumbuh di kalangan petani dan pengusaha sawit bahwa spesies baru ini akan membawa angin segar bagi industri sawit Indonesia. Nah, guna mengetahui isu dengan lengkap, pembaca bisa melihatnya pada Majalah InfoSAWIT Edisi September 2024. (T2)