InfoSAWIT, JAKARTA – Saat ini perubahan iklim menjadi tantangan serius bagi industri kelapa sawit nasionlal. Tahun 2023 tercatat sebagai salah satu tahun dengan suhu tertinggi dalam sejarah, dan prediksi 2024 menunjukkan tren yang serupa. Dimana sebanyak 13 dari 14 bulan terakhir mencatat suhu rata-rata di atas 1,5 derajat Celsius.
Diungkapkan Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, sebagai salah satu produsen sawit terbesar di dunia, Indonesia tidak luput dari dampak perubahan iklim. Ardhasena menegaskan bahwa sektor perkebunan sawit perlu beradaptasi secara cepat dan memanfaatkan peluang untuk menerapkan aksi iklim guna menjaga keberlanjutan produktivitas.
“Perubahan iklim mempengaruhi seluruh wilayah perkebunan sawit kita. Oleh karena itu, pengamatan kebumian dan penelitian ilmiah harus menjadi fondasi untuk mengembangkan inovasi yang dapat meningkatkan produktivitas sawit,” katanya saat menjadi pembicara pada Bincang-Bincang Sawit bertajuk “Solusi Inovatif untuk Keberlanjutan Perkebunan Sawit Menghadapi Perubahan Iklim dan Peningkatan Produktivitas di Lahan Marginal” yang diadakan oleh Indonesian Planters Society (IPS), dihadiri InfoSAWIT, Sabtu (5/10/2024) di Jakarta.
BACA JUGA: MultiStakeholder Perkebunan Berencana Bentuk Platform Digital “TokoPlanters”
Sebab itu sebagai bentuk dukungan, BMKG menyediakan berbagai produk informasi cuaca dan iklim yang penting untuk perencanaan adaptasi jangka panjang. Informasi ini diharapkan mampu membantu sektor perkebunan merespons dinamika iklim yang kian tak terduga.
“BMKG siap membantu dengan informasi cuaca dan iklim yang diperlukan untuk mengantisipasi fenomena seperti El Nino dan La Nina. Kami terbuka untuk berdiskusi mengenai strategi yang lebih baik di masa depan,” ujarnya.
Selain penyediaan informasi, BMKG juga berkolaborasi dengan berbagai sektor, termasuk pelaku usaha perkebunan, untuk memastikan data cuaca dapat diakses dan dioptimalkan dengan baik. Ardhasena menekankan pentingnya penelitian lintas disiplin guna memahami dampak perubahan iklim terhadap ekosistem dan respons tanaman sawit.
“Kita harus memahami bagaimana ekosistem merespons perubahan ini dan bagaimana tanaman sawit beradaptasi. Kolaborasi lintas sektor dan disiplin ilmu menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ini,” tutur Ardhasena.