InfoSAWIT, JAKARTA – Peneliti dari The Indonesian Institute, Christina Clarissa Intania, mengkritisi rencana pemerintah untuk memperluas lahan kelapa sawit di Indonesia yang dinilai dapat berdampak negatif terhadap hak masyarakat adat dan kelestarian lingkungan. Dalam keterangannya pada Jumat (3/1/2025), Christina menyoroti bahwa banyak wilayah adat hingga kini belum diakui secara formal oleh pemerintah.
“Hak-hak masyarakat adat sebagai pemilik tanah maupun atas kelangsungan hidup mereka terancam,” ujar Christina dikutip InfoSAWIT dari Tempo, Rabu (8/1/2025). Ia mengingatkan bahwa alih fungsi hutan dalam skala besar tanpa pengakuan terhadap wilayah adat dapat memperburuk konflik agraria dan meningkatkan risiko pemindahan paksa masyarakat adat.
Christina juga menyinggung pentingnya komitmen Indonesia sebagai anggota Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD). Sesuai Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal, Indonesia seharusnya melindungi setidaknya 30% wilayah daratan dan perairan untuk konservasi. Namun, kebijakan ekspansi kelapa sawit dinilai bertentangan dengan upaya tersebut.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Kalteng Periode II-Desember 2024 Turun Rp 72,81/Kg Cek Harganya..
Christina mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat, yang telah lama tertunda. Ia menilai pengesahan RUU ini sebagai langkah penting untuk melindungi masyarakat adat dari ancaman penggusuran dan marjinalisasi.
“Kebijakan yang mengabaikan hak properti masyarakat adat hanya akan memperburuk marginalisasi mereka,” tegas Christina. Ia juga menambahkan bahwa kebijakan inklusif yang menghormati hak masyarakat adat dapat memperkuat keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
Sebelumnya, dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Bappenas pada 30 Desember 2024 lalu, Presiden Prabowo Subianto mengemukakan bahwa ekspansi kelapa sawit diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. “Saya kira ke depan kita harus tambah tanam sawit. Nggak usah takut membahayakan, deforestasi,” kata Prabowo.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik 0,49 Persen Pada Selasa (7/1), Harga CPO di Bursa Malaysia Ketat
Namun, argumen bahwa kelapa sawit dapat menyerap karbon dioksida tidak cukup membenarkan deforestasi besar-besaran, menurut para pengamat lingkungan. Mereka memperingatkan bahwa konversi hutan alami menjadi perkebunan kelapa sawit akan menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih besar dan merusak keanekaragaman hayati.
Pemerintah menghadapi dilema besar antara mendorong pembangunan ekonomi melalui kelapa sawit dan menjaga kelestarian lingkungan. Christina menyarankan agar Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup mempertimbangkan kembali rencana deforestasi agar dampak sosial dan lingkungan dapat diminimalkan.
Dalam jangka panjang, Christina meyakini bahwa kebijakan berorientasi keberlanjutan akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi Indonesia. Selain melindungi keanekaragaman hayati, langkah ini juga akan memastikan bahwa masyarakat adat, yang telah menjaga hutan selama berabad-abad, tetap dapat hidup harmonis di tanah mereka. (T2)