InfoSAWIT, JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (RI) menyoroti rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang akan mewajibkan perusahaan perkebunan sawit menyediakan 30% lahan plasma saat mengajukan pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) selama 35 tahun. Ombudsman menilai kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan maladministrasi karena bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN seharusnya mematuhi regulasi yang ada, yang saat ini menetapkan kewajiban plasma sebesar 20%. “Harus patuh sama aturan. Aturannya 20 persen ya 20 persen dong atau ubah dulu aturannya. Undang-undangnya diubah, misalnya undang-undangnya maunya 30 persen atau 40 persen, monggo. Kalau undang-undangnya mengatakan 20 persen ya harus 20 persen,” tegas Yeka dalam keterangannya di Kantor Ombudsman, Jakarta, ditulis InfoSAWIT, Rabu (5/2/2025).
Sejumlah regulasi yang mengatur kewajiban plasma 20% bagi pemegang HGU di industri sawit mencakup UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal 58 UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa perusahaan perkebunan yang memperoleh izin usaha budidaya dari area penggunaan lain atau pelepasan kawasan hutan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20% dari luas lahan tersebut.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 5-11 Februari 2025 Tertinggi Rp 3.344,70/kg
Selain itu, regulasi lain yang mendukung ketentuan ini terdapat dalam Permentan No. 26 Tahun 2007 Pasal 11 Ayat 1, Permentan No. 98 Tahun 2013 Pasal 15 Ayat 1, serta UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Pasal 58.
Menurut Yeka, meskipun Menteri ATR/BPN Nusron Wahid berencana menerapkan kebijakan ini untuk mendukung petani, namun harus tetap mengacu pada aturan hukum yang berlaku. Jika kebijakan tersebut dipaksakan tanpa dasar hukum yang jelas, maka dapat dikategorikan sebagai maladministrasi. “Maladministrasi itu berarti,” tegas Yeka, seraya menambahkan bahwa kebijakan tersebut juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
BACA JUGA: Puluhan Perusahaan Sawit di Sulawesi Tengah Beroperasi Tanpa HGU, Warga Desak Evaluasi
Untuk itu, Ombudsman RI menyarankan agar sebelum kebijakan 30% plasma diterapkan, sebaiknya dilakukan kajian mendalam serta pembahasan lebih lanjut dengan berbagai pihak guna memastikan kepatuhan terhadap aturan yang ada dan menghindari potensi sengketa hukum di masa mendatang. (T2)