InfoSAWIT, JAKARTA – Pada perhelatan wastra nasional INACRAFT 2025, sebuah inovasi baru dalam industri batik resmi diperkenalkan. Kolaborasi antara Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), WWF-Indonesia, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), APICAL, CECT Universitas Trisakti, Daemeter, dan Control Union menghadirkan batik yang diproduksi dengan bahan ramah lingkungan dan berkelanjutan. Produk ini menggunakan wax (lilin/malam) berbasis kelapa sawit yang telah diolah dengan prinsip keberlanjutan.
Batik berbasis kelapa sawit ini diharapkan menjadi produk unggulan yang menggabungkan keunikan budaya Indonesia dengan praktik berkelanjutan, khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan membeli batik ini, konsumen tidak hanya mendapatkan produk berkualitas tinggi tetapi juga berkontribusi dalam pelestarian lingkungan.
WWF-Indonesia berperan aktif dalam mendukung FPKBL melalui pelatihan Sustainable Action Plan, yang memungkinkan FPKBL menyusun rencana aksi penggunaan lilin batik bersertifikasi RSPO. Selain itu, WWF-Indonesia mendampingi FPKBL dalam proses audit Supply Chain Certification Standard (SCCS) untuk memastikan produksi sesuai standar keberlanjutan.
BACA JUGA: Ombudsman RI Kritik Rencana Kewajiban 30% Lahan Plasma dalam Pembaruan HGU
“WWF-Indonesia meyakini bahwa sawit yang dikelola secara berkelanjutan dan bertanggung jawab tidak berdampak buruk bagi lingkungan. Dengan adanya produk seperti batik berbasis sawit ini, konsumen kini memiliki pilihan untuk mendukung produk yang ramah lingkungan,” ujar Sustainable Commodities Lead WWF-Indonesia, Angga Prathama Putra, dalam paparannya pada acara perkenalan batik sawit berbasis minya sawit berkelanjutan, yang dihadiri InfoSAWIT, pada Rabu (5/2/2025) di Jakarta.
Sementara bagi APICAL, perusahaan pengolah minyak nabati berkelanjutan, penggunaan Hydrogenated Palm Stearin (HPS) sebagai bahan baku wax batik merupakan inovasi penting dalam industri. Produk turunan kelapa sawit yang sebelumnya lebih dikenal di sektor konsumsi dan bahan bakar kini berhasil merambah industri kreatif.
“Kelapa sawit adalah tanaman masa depan dengan ragam produk turunannya, dari kebutuhan dapur hingga avtur. Kolaborasi dalam pembuatan batik ini membuktikan bahwa industri kelapa sawit tidak hanya sebatas komoditas tetapi juga bagian dari hilirisasi industri yang mendukung ekonomi berkelanjutan,” kata Head of Corporate Communications Apical Group, Prama Yudha Amdan.
BACA JUGA: Kebijakan Ekspansi Sawit Prabowo Menuai Kritik, Berpotensi Perparah Krisis Sosial dan Lingkungan
Sebagai organisasi yang berkomitmen terhadap produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan, RSPO melihat inisiatif ini sebagai langkah maju dalam memperluas manfaat keberlanjutan ke sektor kreatif.
“Kami percaya bahwa standar keberlanjutan dalam rantai pasok kelapa sawit dapat membuka peluang baru bagi berbagai industri, termasuk batik. Produk berbasis sawit berkelanjutan tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga memberikan manfaat bagi pelaku usaha kecil dan menengah,” ujar Deputy Director Market Transformation RSPO, M Windrawan Inantha.
Sebelumnya sejak tahun 2022, RSPO telah bekerja sama dengan FPKBL untuk menciptakan batik berbasis sawit melalui empat pendekatan utama, yaitu: keanggotaan FPKBL di RSPO, peningkatan kapasitas pembatik tentang sawit berkelanjutan, penggunaan minyak sawit bersertifikasi RSPO dalam produksi batik, serta pemasaran batik berbasis keberlanjutan.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Plasma Riau Periode 5-11 Februari 2025 Turun Rp 59,59 Per Kg
Dengan peluncuran batik berbasis kelapa sawit ini, diharapkan industri kreatif semakin berkontribusi dalam praktik bisnis berkelanjutan. Selain itu, inovasi ini diharapkan menjadi inspirasi bagi berbagai sektor lain dalam mengadopsi model produksi yang lebih ramah lingkungan. (T2)