Kebijakan Ekspansi Sawit Prabowo Menuai Kritik, Berpotensi Perparah Krisis Sosial dan Lingkungan

oleh -1266 Dilihat
Editor: Redaksi InfoSAWIT
InfoSAWIT
Dok. Sawit Fest 2021/Foto oleh: Miftahurrohman/Lanskap Kebun Sawit.

InfoSAWIT, JAKARTA – Seratus hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diwarnai dengan kebijakan yang menekankan ketahanan pangan dan energi sebagai prioritas utama. Salah satu rencana besar yang dicanangkan adalah ekspansi 20 juta hektare lahan sawit guna mendukung kemandirian pangan dan energi. Namun, kebijakan ini menuai kritik karena dinilai berisiko memperburuk krisis sosial dan lingkungan.

Rencana ekspansi sawit ini dikhawatirkan akan mempercepat deforestasi, memperburuk konflik agraria, serta mengabaikan hak-hak buruh dan masyarakat adat. Kekhawatiran ini semakin mengemuka setelah pertemuan antara Presiden Prabowo dan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, pada 27 Januari 2025. Pertemuan tersebut membahas kerja sama ekonomi, termasuk di sektor kelapa sawit. Namun, menurut TuK INDONESIA dan Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS), perbincangan kedua pemimpin belum cukup memperhatikan dampak lingkungan dan sosial dari ekspansi industri sawit.


Dalam laporan Banking on Biodiversity Collapse 2024 yang dirilis oleh Forests & Finance, disebutkan bahwa lebih dari 50 bank besar dunia masih memberikan pendanaan bagi sektor yang berisiko merusak hutan tropis, terutama di Indonesia dan Malaysia. Dalam periode 2016 hingga Juni 2024, total kredit senilai USD 89,17 miliar atau sekitar Rp 1.289,59 triliun telah disalurkan ke proyek-proyek yang berkaitan langsung dengan deforestasi, konversi lahan, dan pelanggaran hak masyarakat adat.

BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Periode 5-11 Februari 2025 Tertinggi Rp 3.344,70/kg

Sektor kelapa sawit memang berkontribusi besar terhadap ekonomi, tetapi juga menjadi penyebab utama hilangnya hutan tropis dan perampasan lahan. Di tengah desakan global terhadap keberlanjutan, Uni Eropa telah menerapkan European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang melarang impor produk hasil deforestasi. Jika ekspansi sawit tidak dikelola dengan baik, Indonesia dan Malaysia berisiko kehilangan akses ke pasar Uni Eropa yang ketat dalam standar keberlanjutan.

Selain isu lingkungan, kebijakan ekspansi sawit juga dipandang berpotensi memperburuk kondisi sosial, terutama bagi buruh migran Indonesia di Malaysia. Mereka sering kali menghadapi kondisi kerja yang tidak layak, dengan upah rendah, jam kerja panjang, serta risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Status legalitas yang tidak jelas juga membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan deportasi paksa.

Rizal Assalam, Koordinator Jaringan TPOLS, mengungkapkan bahwa ekspansi sawit akan memperburuk konflik agraria dan benturan antara buruh serta masyarakat lokal. “Saat ini, konflik lahan di Seruyan dan perjuangan Forum Petani Plasma Buol belum menemukan penyelesaian yang adil. Ekspansi sawit tidak serta-merta memberikan kesejahteraan bagi buruh yang upahnya rendah, maupun masyarakat yang kehilangan lahannya,” tegas Rizal dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Rabu (5/2/2025). Ia mendesak agar pemerintah mengurungkan rencana ekspansi dan mulai beradaptasi dengan kebijakan global seperti EUDR.

BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Turun 0,65 Persen Pada Selasa (4/2), Harga CPO di Bursa Malaysia Merosot

Linda Rosalina, Direktur TuK INDONESIA, menekankan bahwa kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Malaysia seharusnya juga mengedepankan kesejahteraan petani kecil dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Sebelum pemerintahan Prabowo, investasi Malaysia di sektor sawit Indonesia mencapai Rp 49 triliun, atau sekitar 30% dari total investasi sawit nasional. Dua investor terbesar, Permodalan Nasional Bhd dan Employees Provident Fund, tercatat memiliki investasi masing-masing sebesar Rp 23,24 triliun dan Rp 15,23 triliun.

“Pemerintah Indonesia dan Malaysia tidak bisa terus mengabaikan dampak serius ekspansi sawit. Mereka harus memastikan industri ini tidak hanya memenuhi standar global, tetapi juga berfokus pada keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Linda.

Dalam konteks ini, pemerintah diharapkan tidak hanya mengedepankan komitmen politik di atas kertas, tetapi juga mengimplementasikan kebijakan yang benar-benar melindungi lingkungan dan hak sosial. Jika pengawasan ketat terhadap deforestasi, sistem due diligence yang transparan, serta perlindungan terhadap hak-hak masyarakat tidak menjadi prioritas, maka kebijakan ketahanan pangan dan energi era Prabowo justru bisa memperparah ketimpangan sosial dan meningkatkan krisis lingkungan. (T2)

InfoSAWIT

InfoSAWIT

Dapatkan update berita seputar harga TBS, CPO, biodiesel dan industri kelapa sawit setiap hari dengan bergabung di Grup Telegram "InfoSAWIT - News Update", caranya klik link InfoSAWIT-News Update, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Bisa juga IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


Atau ikuti saluran Whatsapp "InfoSAWIT News", caranya klik link InfoSAWIT News dan Group Whatsapp di InfoSAWIT News Update

Untuk informasi langganan dan Iklan silahkan WhatsApp ke Marketing InfoSAWIT_01 dan Marketing InfoSAWIT_02 atau email ke sawit.magazine@gmail.com