InfoSAWIT, BOGOR – Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan hak normatif yang kerap diabaikan perkebunan sawit. Walaupun ketentuan hukum sudah ada dan jelas, THR sebagai hak tidak selalu otomatis didapatkan oleh buruh. Banyak perusahaan dengan berbagai alasan tidak menjalankan kewajiban membayar THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di perkebunan sawit, status kerja yang tidak permanen dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kewajiban membayar THR.
Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo mengatakan, pemerintah harus memastikan semua buruh menerima THR tanpa pengecualian. “Kami meminta pemerintah memastikan buruh perkebunan sawit menerima THR tanpa membedakan status hubungan kerjanya. Pemerintah tidak cukup hanya membuat posko pengaduan saja, tapi mendatangi perkebunan sawit untuk memastikan buruh memperoleh THR dan memberikan sanksi yang tegas bagi perkebunan sawit yang tidak membayar THR buruh,” kata Achmad Surambo dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, belum lama ini.
Sementara, berdasarkan monitoring Sawit Watch di sejumlah perkebunan sawit, status hubungan kerja yang tidak permanen menjadi alasan perusahaan untuk tidak memberikan THR bagi buruh harian lepas (BHL).
BACA JUGA: Koalisi Buruh Sawit Minta Jamin Pemenuhan Hak-Hak Buruh Perkebunan Sawit
“Kami menerima informasi dari buruh perkebunan sawit di Kalimantan Tengah, Bengkulu, Kalimantan Utara dimana BHL tidak menerima THR sebagaimana ketentuan pemerintah. “BHL bekerja setara dengan buruh tetap untuk kepentingan perusahan, mereka tidak menerima THR sebagaimana ketentuan pemerintah, mereka hanya diberi bingkisan ala kadarnya saja. Di salah satu perkebunan sawit di Bengkulu, sejumlah BHL tidak menerima THR dengan alasan BHL tersebut bekerja di kebun plasma. Di perkebunan sawit di Musi Rawas, THR untuk BHL baru dibayarkan pada 5 hari sebelum lebaran,” ungkap spesialis perburuhan Sawit Watch, Zidane.
Perusahaan yang tidak memberi THR atau mengganti dengan bingkisan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pemerintah. Tercatat sejumlah perkebunan sawit di Kalimantan Tengah memberikan bingkisan seadanya kepada BHL. Faktany, keuntungan besar yang selama ini diperoleh perusahaan tidak menjamin buruh menerima hak-haknya.
“THR hanya diberikan kepada buruh permanan, sementara BHL hanya menerima bingkisan berupa sirup, roti kaleng, gula, teh yang jika dinominalkan nilainya tidak lebih dari Rp. 300.000. Di aturan sudah jelas bahwa THR merupakan hak normatif buruh, termasuk BHL. Tidak ada aturan yang membenarkan THR diganti dengan bingkisan ala kadarnya. Pemerintah harus mengevaluasi dan memberi sanksi kepada perusahaan yang tidak memberi THR atau memberi bingkisan sebagai ganti THR,” kata Sekretaris SEPASI Kalimantan Tengah, Dianto Arifin. (T2)