InfoSAWIT, JAKARTA – Industri minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia, yang merupakan salah satu komoditas unggulan, menghadapi tantangan yang serius dalam beberapa tahun terakhir. Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Sadino, telah memberikan pandangan dan saran tentang perlunya regulasi dan produk hukum yang baik untuk mendukung pertumbuhan sektor ini.
Salah satu poin penting yang ditekankan oleh Sadino adalah perlunya konsensus nasional tentang peran strategis industri sawit dalam ekonomi Indonesia. Industri ini bukan hanya sumber pendapatan besar bagi negara, tetapi juga menyediakan pekerjaan bagi ribuan orang di seluruh rantai pasokannya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengakui bahwa perlindungan industri sawit dan kepentingan masyarakat terkait dengannya adalah hal yang sangat penting.
Namun, Sadino juga mencatat perbedaan mendasar dalam motivasi antara sektor swasta yang mengelola perusahaan sawit dan pemerintah. Swasta mencari keuntungan ekonomi, sedangkan negara harus mempertimbangkan kepentingan publik, seperti memberikan subsidi Bantuan Langsung Tunai. Oleh karena itu, pengelolaan industri sawit oleh swasta dan pemerintah harus menghormati prinsip-prinsip ini.
BACA JUGA: 14 Emiten Sawit Ketiban Untung Pada Rabu (20/9), Saat IHSG Tembus 7.000
Dalam konteks ini, Sadino mengkritik sanksi yang dikenakan oleh pemerintah kepada perusahaan swasta berdasarkan audit Badan Pengawas Pembangunan dan Keuangan (BPKP). Menurutnya, sanksi semacam itu seharusnya tidak dijatuhkan kepada swasta, karena mereka memiliki azas penilaian yang berbeda dengan pemerintah. Audit atas untung-rugi perusahaan swasta seharusnya dilakukan oleh akuntan publik.
“Swasta mencari keuntungan dalam berbisnis, sementara negara harus melayani masyakarat misalnya memberi subsidi Bantuan Langsung Tunai agar kepentingan publik terjaga,” kata Sadino dalam keterangannya diterima InfoSAWIT, Selasa (19/9), di Jakarta.
Selain itu, Sadino juga mengingatkan bahwa ketika ada klaim kerugian negara yang signifikan, seperti dalam kasus utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp 6,47 triliun, pemerintah juga harus memprioritaskan pembayaran utang ini kepada perusahaan ritel. Kegagalan dalam pembayaran ini dapat menyebabkan masalah serius dalam pasokan minyak goreng di pasar domestik.
BACA JUGA: Berikut Harga CPO KPBN 20 September 2023 Naik Rp 30/Kg
Terkait dengan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengenai penggunaan Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) untuk kebun sawit yang berada di kawasan hutan, Sadino menganggapnya sebagai tindakan yang tidak wajar. Menurutnya, aturan ini harus diperjelas dan direvisi karena perkebunan sawit tidak memanfaatkan kayu hasil izin usaha pemanfaatan hasil hutan (IPK).
“Perkebunan sawit tidak memanfaatkan kayu hasil IPK, Itu aneh kalau perkebunan sawit wajib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH),” kata Sadino.
Sadino menambahkan, DR dan PSDH hanya berlaku untuk perusahaan yang memanfaatkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan memanfaatkan kayu hasil IPK. (T2)